“Luckyyy!
Cepet banguuuun, udah jam setengah tujuh. Gak sekolah?” Seru ibu Lucky dari
dapur.
Tidak
ada sahutan dari Lucky. Hanya hening yang terdengar dari balik kamarnya. Tidak
tanggung-tanggung ibu Lucky membawa seember air, dibawanya ember itu ke dalam
kamar anaknya yang masih ngorok.
“Astagaaaa,
anak ini kerjaannya cuma ngorok. Udah jam setengah tujuh masih aja ngorok,”
gerutu Ibu Lucky sambil berkacak pinggang melihat anaknya yang masih asyik
bergelut dengan selimut dan guling.
“Luck,
Lucky… banguuuun!” Kata ibu Lucky berusaha membangunkan anaknya yang pemalas.
“Lima
menit lagi ya Bu?” balasnya sambil membenahi selimut.
Tiba-tiba
terdengarlah suara air mengucur dari angkasa. “Byuuuuur.”
“Banjir.
Banjir. Banjir,” Teriak ibu Lucky histeris.
Sontak
si Lucky kaget sekali, posisi tubuhnya berubah seketika menjadi melayang di
udara.
“Banjiiiiiiiiiiiiiiiiiir,”
teriaknya panik.
“Tidak
ada banjir. Tu banjir di kasurmu,” sahut ibu Lucky yang jahil.
“Ibuuuuuu,
aku kan masih ngantuuuk,” kata Lucky masih keliatan mengantuk.
“Cepet
mandi! Udah jam setengah tujuh, nanti kamu telat!”
“Haaaa?????
Setengah tujuh?” tanpa pamit langsung menuju kamar mandi.
Cepat-cepat
ia menggosok gigi dan mencuci muka, tapi tiba-tiba air krannya mampet sehingga
ia tidak bisa membilas wajahnya yang penuh dengan busa. Maklum, kamar mandi
mewah. Tidak ada bak mandi yang ada hanya wastafle dan shower.
Lalu,
dia berlari menuju dapur. Di dapur krannya juga mampet. Lucky berlari ke rumah
tetangganya tapi, sia-sia saja karena kran di rumah tetangganya juga mampet.
“Aduuuuh,
gimana ini?”
Akhirnya
Lucky menyerah. Dengan malas dan dengan putus asa ia berjalan menuju rumahnya.
Namun, belum sempat masuk ke pekarangan rumah, ibunya telah menyambutnya dengan
perasaan kesal.
“LUCKYYYYY,
di suruh mandi malah maen ke tempat tetangga. Kamu gak sekolah apa?” sambut
ibunya penuh rasa kesal dan sebal.
Tetapi
Lucky tak berkata apa-apa untuk membela diri. Ia hanya terlihat lesu dan putus
asa tak menemukan air untuk membasuh wajahnya yang penuh dengan busa.
“Lho
kenapa wajahmu kok penuh sabun?” tanya
ibunya bingung.
“Gak
ada air buat nyuci Bu,” jawabnya masih lesu.
“Woalah Le-Le, kan bisa dilap pake handuk,”
Saran ibunya sambil geleng-geleng kepala.
“Oh
iya ya Bu. Kenapa gak kepikiran dari tadi? Hehe.”
Tanpa
basa-basi Lucky langsung mengelap
wajahnya dengan handuk. Tanpa mandi terlebih dahulu ia lengsung mengganti
pakaian tidurnya dengan seragam SMA kecintaannya. Kemudian ia bergegas
berangkat sekolah tanpa memeriksa sepeda ontelnya seperti kebiasaanya setiap
hari.
“Bu,
Pamiiiit!” teriaknya dari balik pagar rumahnya. Ia mengayuh sepeda ontelnya
dengan amat tergesa-gesa. Tiba-tiba sepedanya oleng, ternyata sepedanya bocor
terkena paku. Untung bengkel tidak terlalu jauh dari tempat sepedanya bocor. Ia
pun menuntun sepedanya menuju bengkel.
“Mas,
nitip sepeda ya! Tak ambil nanti pulang sekolah.”
Berlarilah
ia menuju ke sekolah.
“Bruuuuuuuk.”
Lucky
jatuh tersandung. Kakinya lecet-lecet. Namun ia tek menghiraukan itu semua. Ia
bangun dan kembali berlari.
“Wooooiii,
Maaaaas!” teriak seseorang memanggilnya namun ia tetap tak menghiraukannya.
¤¤¤
“Huuuuuuaaaaaah,
akhirnya sampai juga di sekolah,” ucapnya sambil memasuki kawasan sekolah
dengan tenang.
“Hey
Mas!” Pak Satpam.
“Ada
apa, Pak?” tanyanya tidak mengerti kenapa ia dipanggil.
“Kamu
ini sudah telat seenakknya aja masuk kawasan dengan tenang. Sana pergi ke ruang
BK!”
“Telat?
Ini aja masih jam 06.55 kok. Ini liat!” ujarnya ngeyel seraya memperlihatkan jamnya yang super canggih.
“Liat!
Apa masih ada anak yang di luar kelas?”
“Hehehehe…tidak,
Pak. Berarti ini saya telat, Pak?”tanyanya sok blo’on.
“Ya
iya, kan sudah dari tadi saya bilang kamu telat. Cepat keruang BK!”
“Iya,
Pak,” jawabnya patuh tapi masih tak mengerti kenapa dia bisa telat, ia tidak
sadar kalau jamnya telat lima belas menit. Karena pada saat membeli jamnya
belum sempat di cocokan dengan waktu setempat.
¤¤¤
“Tok.Tok.Tok….”
“Permisi,
Bu,” sapa Lucky terhadap Guru BK.
“Ya,
masuk! Kenapa? Kamu telat lagi?” tanya Guru BK tampak seram.
“Emmm,
ii…iii..iya, Bu. Maaf,” jawabnya gemetar.
“Hmmm,
KAMU INI UDAH SERING TELAT. POKOKNYA KAMU HARUS DIHUKUM. KAMU HARUS BERSIHIN WC
GURU LAKI-LAKI!” ujar Guru BK tampak geram.
“Ii…iya,
Bu. Tapiii….”
“Tapi
apa?” sahut Gurunya sebelum ia sempat melannjutkan omongannya.
“Saya
boleh masuk kelas jam keberapa, Bu?”
“Jam
kedua. Makanya cepet pergi sana ke WC! Bersihin sampai bersih! Awas kalau masih
ada kotoran sedikit saja nanti saya tambah hukumanmu.”
“Siap,
Bu.”
¤¤¤
Segera
ia membersihkan WC yang jorok dan bau itu. Bau WC itu sungguh sangat menyengat.
Hingga Lucky tidak tahan mencium bau busuk kotoran manusia yang di tamping di
WC sekolah. Terbesitlah sebuah ide. Ia melepas seragamnya dan membalutkan
seragam itu di wajahnya. Waktu itu persis sekali dengan ninja gadungan.
“Waaaaaaaaaaaaaaaa,”
teriak salah satu Guru Wanita yang berada di WC itu.
“Lho
kenapa Ibu bisa ada di sini? Ibu mau ngintip yaaa???” ujarnya tanpa ada rasa
bersalah.
“Ngintip-ngintip,
kamu yang mau ngintipin ibu ya? Itu apa yang kamu pake? Kayak maling aja,”
jawab Ibu Mira ketus.
“Bukannya
Ibu yang mau ngintipin saya?” tanyanya sok kegantengan.
“Hmmmmmmmmmmmm,”
Ibu Mira menahan bara api yang ingin meluap dari dirinya.
Ibu
Mira menjewer kuping Lucky dan menyeretnya menuju pintu WC.
“Ibu!
Ibu apa salah saya? Inikan WC laki-laki. Ibu yang salah, kok aku yang dimarahi
dan dihukum,” ucap Lucky tak mau kalah.
“Baca!”
perintah Bu Mira sambil menuding pintu utama WC.
“Eeee???
Wanita???” ucapnya dalam hati dengan perasaan penuh tanda tanya.
“Apa
tulisannya?”
“Wa-wa-ni-ta???”
jawabnya kaku.
“Nach,
sekarang siapa yang mau ngintip?”
“Saya,”
balasnya enteng sambil pringas-pringis.
“Kabuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuur,”
secepat kilat Lucky berlari menuju kelasnya.
Dengan
tergopoh-gopoh penuh keringat, ia masuk ke dalam kelas. Satu langkah memasuki
kelas, ia disambut dengan sorakan dan tepuk tangan meriah dari teman-temannya.
Bukan tepuk tangan atau sorakan bangga maupun kagum, tetapi sebuah sorakan dan
tepuk tangan ejekan.
“Dari
mana aja, Mas kok jam segini baru datang? Rajin sekali ya? Pake mandi keringan
segala lagi? Di rumah gak ada air ya?” sindir Pak Agus, Guru Fisika.
“Maaf,
Pak saya dari WC. Tadi saya telat dan disuruh membersihkan WC,”jawabnya polos.
“Dasar
Lucky si Sial,” cetus salah satu temannya.
“Hahahahahahahahahahahahahahahahahahahahahahahahahahaha,”
gelak tawa teman-teman Lucky membahana, semangat 45 dari mereka untuk mengejek
Lucky bergelora.
“Udah-udah,
sekarang keluarkan selembar kertas. Sesuai jatwal kita ulangan,” kata Pak Agus
menusuk dada.
“HAA?
ULANGAN???” teriak Lucky kaget.
“Iya
ulangan. Cepet duduk sana!” perintah Pak Agus, Guru Fisika yang terkenal
killer.
Suara
kelas menjadi hening seketika. Hanya suara denting-denting jam dan angin yang
terdengar. Soal Fisika membuat siswa-siswi sibuk mencorat-coret kertas mencoba
untuk menjawab soal dengan benar. Namun Lucky tidak begitu. Ia tampak
tenang-tenang saja. Tak ada aktivitas terlihat darinya, ia telah tertidur pulas
bahkan ia pun mungkin sempat bermimpi.
“PRAAAAAK,”
suara gebrakan meja.
“Maling-maling-maling,”
teriak Lucky antara sadar dan tidak sadar.
“Mana
Malingnya?” sahut Pak Agus mencoba mengikuti alur mimpi Lucky.
“Ehehe…maaf
Pak saya ketiduran,” jawabnya jujur.
“Mana
kerjaanmu?”
“Ini,
Pak,” sambil menyerahkan selembar kertas.
“Waaaah,
Bravo,” ujar Pak Agus membuat seluruh penghuni kelas penasaran.
“Ada
apa, Pak? Bravo kenapa?” tanya Lili penasaran.
“Ini
jawaban Lucky transparan. Indah sekali hingga kutak bisa ungkapkan kata-kata
untuk memujinya, yang ada hanya kata-kataaaa…LUCKY! LARI KELILING LAPANGAN 50
KALI!” ungkap Pak Agus membuat para siswa yang berada disitu terkagum-kagum
dengan lembar jawaban Lucky.
“Tapi,
Pak…,” berontak Lucky.
“Lari
sekarang atau hukumannya ditambah?” tawaran Pak Agus si Guru Killer. Ia disebut
Guru Killer bukan karena soal-soalnya bisa membunuh orang tapi karena ia sangat
galak dan tidak bisa ditawar.
Karena
Lucky tidak mau mendapat tambahan hukuman maka ia segera menuju lapangan
sekolah dan melaksanakan hukuman yang sedang ia jalani. Lucky si Sial selalu
mendapat sial. Sial, sial dan selalu sial.
“Teng-teng-teng,”
bunyi lonceng tanda istirahat berdentang.
Beuntung
Lucky telah menyelesaikan hukumannya sebelum istirahat. Tanpa pikir panjang,
Lucky bergegas menuju kantin. Perutnya sudah mulai protes, kerongkongannya pun
juga sudah mengering.
“Bu,
es teh satu! Nasi goreng special satu ya Bu!” pesannya pada Ibu Kantin.
“Hei,
Bro! Hari ini udah sial apa aja nich?” tanya Haekal mencoba mengorek informasi.
Lucky
pun segera mencurahkan isi hatinya kepada sahabatnya itu. Ia berserita
komat-kamit dari mulai ia banngun sampai sekarang. Gelak tawa Haekal pun ikut
memeriahkan jalan cerita Lucky.
“Ini
Mas makanannya,” Bu Kantin mengantarkan pesanan Lucky.
“Ok,
Bu. Kal, kamu gak makan?”
“Gak
ah lagi bokek nich,”jawab Haekal masih menahan rasa geli di perutnya karena
cerita Lucky.
“Halah,
pesan aja nanti aku yang bayarin!” ucapnya cuek.
“Beneran?”
“Ya,”
jawab Lucky datar.
“Siiip.
Bu! Pesen jus orange dan ayam bakar special ya!” pesan Haekal semangat.
Lucky
dan Haekal makan dengan lahap, seolah-olah mereka tidak makan selama sebulan
penuh.
“Bu!
Bayar. Ayam goreng special, kerupuk, es teh, bakwan daaan kamu apa, Kal?”
“Aku?
Nasi ayam bakar special, kerupuk, tempe, jus orange. Hehe, makasih ya Bro,”
ungkap Haekal berseri-seri.
“Semuanya
tiga puluh lima ribu,” jawab Bu Kantin.
“Tenang
Bu,” ungkap Lucky sambil merogoh-rogoh kantongnya yang kosong mlompong.
“Waduuuuh.
Hehehe dompet saya ketinggalan, Bu. Saya ngutang dulu ya?”
“Ngutang?
Untangmu yang dulu aja belum dibayar, sekarang mau ngutang lagi? Enak aja ya?
Bayar sekarang!” bentak Ibu Kantin.
“Iya
iya Bu, besok ya?”
“Pokoknya
Ibu gak mau tau, harus bayar sekarang. Atau gini aja dech kamu cuci dengan
bersih semua ppiring-piring kotor yang ada di sini selepas pulang sekolah.
Gimana?”
“Oke
dech, Bu. Nanti saya cuci.”
“Teng-teng-teng,”
bel pulang sekolah berdentang.
“Horeeeeeeeeee,”
teriak semua murid di SMA Jati Luhur kecuali Lucky.
Tertatih-tatih
ia berusaha berjalan menuju Kantin. Mau tidak mau ia harus mencuci semua piring
kotor yang ada di Kantin Ibu Lasmi.
“Aduuuuh
apa ada yang salah dengan namaku ya? Lucky? Harusnya selalu mendapat
keberuntungan, lucky kan artinya beruntung, tapi kok ya selalu sial. Aneh,
dunia ini benar-benar aneh bin membingungkan. Hmmm, sial-sial-sial. Huft,”
gerutu Lucky sambil mencuci piring kotor.
“Bu,
udah selesai. Saya boleh pulang?” pamit Lucky kelihatan sangat lelah.
“Ya.”
Bu
Kantin pun segera melihat dapur Kantinya. Ia terheran-heran melihat kantinnya
mengkilat. Bersih. Benar-benar bersih. Bahkan makanan yang belum terjual pun
ludes entah kemana.
“LUCKYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYY,”
teriak Bu Kantin marah besar.
¤¤¤
NB: Tulisan Semasa Putih-Abu-abu