Labels:

Bintang di Langit


29 Agustus 2011
“Kasih, meski hatiku engkau tusuk berjuta-juta kali hingga luka ini mengenga, aku tetap mencintaimu.
Meski engkau ingin membunuhku perlahan-lahan dengan segala perasaanmu. Aku tetap menyayangimu.
Meski kau terjunkan aku ke dalam jurang kenistaan. Aku tetap mengagumimu.
Meski kau masukkan aku ke kandang harimau dan buaya. Aku tetap menginginkanmu.
Kasih, hatiku takkan pernah berubah sedikitpun. Meski kini kau telah memilih yang lain.
Aku akan tetap menanti dan merinduimu meski perih mendera menghujam dada.
Aku akan selalu berharap dan berdoa bahwa suatu saat nanti engkau milikku.
Meski hanya dalam mimpi semata.
Aku selalu mencintaimu karena-Nya.”

Perih batinku, tersayat-sayat mendengar curahan hati yang kini tak akan kudengar lagi. Fikiranku mengembara, menilik masa lalu yang kelabu. Masa lalu yang membuatku berada dalam lorong gelap tanpa cahaya. Masa lalu yang membuatku sungguh menyesal.

Tiga tahun yang lalu

“Assalamu’alaikum,” sapa gadis berperawakan kecil mungil, ia tersenyum manis padaku.
“Wa..wa’alaikumsalam,” sontak aku terkaget melihat sesosok gadis yang telah menjadi sahabatku sejak SMA. Ia datang ke kampusku? Tak pernah aku bayangkan sebelumnya. Universitas Negeri Sukses dan Universitas Impian sangatlah jauh. Tapi ia datang. Sungguh sulit untuk aku percaya.
“Siapa dia?” tanya gadis sexi di sampingku.
“Oh, kenalkan! Ini Bintang, sahabatku. Bintang, ini Mirza teman satu kelasku,” jawabku dengan raut muka mendelik.
“Emm, Bin! Kok kamu bisa ada di sini?” tanyaku kemudian.
“Aku ingin melunasi janjiku padamu. Ini!” ungkap Bintang sambil memberikan rantang-rantang kecil yang dibawanya sejak tadi.
“Ini apa?”
“Ini makanan kesukaanmu. Aku sengaja masakin ini khusus buat kamu seperti janjiku dulu.”
“Janji apa?”
“Janji bahwa sebelum aku ke Jepang aku kan masakin masakan kesukaannmu.”
“Hehe… aku malah lupa. Maaf ya,” jawabku acuh.
“Ini!” sadurnya kemudian.
“Eeemm, tapi aku sudah kenyang. Aku sudah makan,” jawabku agak kecewa.
“Iya… aku tau kamu baru belajar masak kan? Baru belajar aja sok-sokan ngasih orang. Mendingan makanan itu dibuang ke tong sampah aja! Farhan gak akan mau makanan sampah seperti itu!” hujat Kania.
“Tapi…,” ungkap Bintang lirih.
“Tapi apa, huh! Han, ayo kita pergi dari sini!” ajak Kania sambil menggandeng dan menyeret tangan Farhan dengan paksa.
Aku tak mampu berbuat apa-apa. Aku hanya mampu menuruti kehendak Kania yang saat itu mengajakku pergi dari Bintang. Aku tahu hatinya saat ini kelu dan membisu terluka. Aku tahu bahwa ia telah berusaha keras membuatkan masakan itu untukku. Tapi, apa yang telah ia peroleh dariku? Aku mencampakannya dan meninggalkannya sendiri tanpa sepatah kata pun.
Bersambung…..

4 comments:

Anonymous said...

Ayo semangat menulis!!! Lanjutkan!

Novitasari Mustaqimatul Haliyah_DanZ said...

maaf ya kawan-kawaaan.... bersambung mulu' soalnya lagi gak punya komp nich :'(

Anonymous said...

kapanpun, dimanapun harustetap menulis. WAJIB

Novitasari Mustaqimatul Haliyah_DanZ said...

insya'allah.thanks

 
Lautan Tintaku © 2012 | Designed by Canvas Art, in collaboration with Business Listings , Radio stations and Corporate Office Headquarters