Media massa mempunyai
peran penting dalam mempengaruhi opini publik, dan salah satu media massa yang
mempunyai peran terbesar dalam memberikan pengaruhnya di Indonesia adalah
televisi. Televisi merupakan media yang sangat efektif dalam menyampaikan opini
dan informasi, karena sifatnya yang audio-visual. Kenapa televisi? Karena
masyarakat Indonesia minat baca sangat rendah, orang Indonesia cenderung
memilih hal-hal yang instan dan sekaligus menjadi hiburan. Orang Indonesia
paling tidak suka terhadap hal-hal yang sifatnya memberatkan oleh karena itu
banyak investor asing yang menanamkan modalnya di dunia pertelevisian.
Sebenarnya tulisan ini
adalah buah kekesalah saya dan buah kemarahan saya terhadap dunia pertelevisian
yang selalu memojokkan Islam. Mereka sangat pintar memilih media untuk
menghancurkan umat Islam dan meletakkan umat Islam dalam kekacauan yang luar
biasa. Sebenarnya tanpa sadar kita telah berperang, bukan perang fisik tetapi
perang pemikiran yang lebih sering disebut dengan istilah goshwul fikr.
Mereka pintar sekali
memasukkan nilai-nilai kehidupan yang merusak. Contohnya dalam banyak film
selalu menampilkan gaya anak sekolah yang tidak gaul tanpa pergi ke mall, tanpa
pacaran. Padahal jelas-jelas yang namanya pacaran itu dilarang, sedangkan pergi
ke mall untuk apa? Bukankah di sana justru malah banyak kemaksiatan?
Sekarang ini marak
film-film religious dalam konteks ini adalah Islam. Tapi menurut saya, tidak
ada film religious, yang ada adalah film yang berkedok religius. Ada dua tokoh
yang sangat berkebalikan sifatnya, yang pertama orang miskin urakan, yang kedua
orang kaya dengan penampilan keseharian memakai baju koko, berjenggot, berpeci
tetapi dalam film itu orang yang beridentitas dengan keislaman malah dijadikan
tokoh jahat atau antagonis. Sebaliknya, orang yang berpenampilan urakan
dijadikan tokoh lakon atau tokoh protagonis. Sangat menyimpang bukan? Hal ini
tidak hanya terjadi dalam satu film tetapi hampir di semua film.
Sangat-sangat menyimpang.
Inilah keanehan, namun sayangnya masyarakat Indonesia tidak ada yang protes,
bahkan mereka sangat enjoy dijajah
dan diperangi seperti itu. Tanpa sadar nilai-nilai kekerasan yang berkedokkan
Islam diserap begitu saja tanpa ada filter. Dan anehnya lagi, mengapa film-film
itu lolos sensor? Dimana peran KPI?
Di luar tema religius,
ada tema film anak-anak. Dalam film anak-anak ditampilkan anak yang banyak
menghayal, banyak berkelakar, banyak berkelahi. Sama sekali tidak memberi
pendidikan yang berarti, justru malah merusak moral. Bayangkan saja, sekarang
ini banyak film anak dan lagi-lagi anak dipaksa untuk dewasa lebih awal dengan
tontonan-tontonan yang menyisipkan “GAK PACARAN GAK GAUL”.
Halah, lagi-lagi
televisi merusak. Makanya, di sebuah desa yang isinya adalah para ummahat. Di
sana ada sebuah peraturan, yang tinggal di desa tersebut dilarang mempunyai
“televisi”. Nach, ini adalah jalan yang bijak menurut mereka. Pertanyaannya yang
terlontar dari seorang teman, “Lalu stress dong,
hiburannya apa?” Hahahaha, saya tertawa dengan pertanyaan ini, tentu saja
hiburan bagi mereka adalah surat cinta-Nya, Al-Qur’anul
karim. Bukankah telah diterangkan bahwa Al-Qur’an adalah obat? Al-Qur’an
bisa mengobati stress, bisa membuat hati tenang, bahkan berpahala dan lebih
mendekatkan diri kita pada Allah. Tidak seperti televisi yang selalu memberi
tontonan kemaksiatan. Sudah berdosa, mendapat murka Allah lagi.
Mungkin televisi akan
lebih bermanfaat bila dipegang oleh orang-orang yang mempunyai pemahaman agama
yang tinggi, hingga bisa digunakan sebagai sarana untuk berdakwah Islamiyah.
Namun kenyataannya, televisi dipegang oleh musuh-musuh Allah, maka televisi
digunakan untuk dakwah mereka, menghancurkan Islam. Mereka melakukan dakwahnya
dengan segala cara dan mereka gencar berdakwah demi menghancurkan Islam, tetapi
kita justru malah santai.
“PLAAAKKK!”
Lagi-lagi aku mendapat
tamparan. Apa peran kita untuk membela Islam yang selalu dipojokkan? Islam
selalu diperolok-olok, difitnah, tetapi sama sekali diri kita tidak bergeming. Diam.
Padahal sebenarnya, ini merupakan medan perang yang besar, bahkan mungkin lebih
besar dari perang Badar. Apa kita harus rela kalah? Apa kita rela agama kita
diinjak-injak? Mereka telah mendeklarasikan perang terhadap umat muslim, tetapi
banyak umat muslim yang memerangi saudaranya sendiri. Mereka berhasil, kawan!
Berhasil memporak-porandakan persatuan umat Islam. Kita masih saja diam? Hanya
diam!
TERSERAHLAH!
Kalau bisa ikut
berperang kenapa tidak? Bukankah rasulullah dan sahabatnya merupakan suri
tauladan yang baik untuk kita. Rasulullah selalu menjadi panglima perang selama
hidupnya, dan Abu Bakar mengorbankan seluruh harta dan jiwanya untuk tegaknya
din Islam yang dirahmati Allah ini. Kita? Tetap diam? Bersenang-senang dengan
menonton acara konser boyband dan girlband di televisi? Menyerahkan diri untuk
mati di tangan mereka yang hendak menghancurkan Islam? IYA?
SADAR!
Islam sangat
membutuhkanmu!
0 comments:
Post a Comment