Kamis,
24 November 2011
Tempat:
Ruang Seminar Gd III FSSR UNS
Masa
muda adalah masa yang penuh dengan rona pink atau jingga-merah jambu. Masa-masa
muda adalah masa yang menggebu-gebu untuk menyemai cinta, terutama pada lawan
jenis. Rata-rata dari mereka selalu mendamba-dambakan sebuah pernikahan. Selalu
ada keinginan yang dahsyat meledak-ledak tentang pernikahan dini apalagi
seringkali di kampus diadakan kajian nikah dini oleh motor-motor penggerak penghalalan
pacaran lewat nikah dini seperti ustadz Salim A. Fillah dan ustadz Faudzil
Adzhim. Tak mengapa sich nikah dini, toh Aisyah Ra juga kan? Yach, asal punyai cukup bekal aja, sich untuk menuju ke sana.
Beginilah
opini umum tentang pernikahan:
Wah,
nikah itu enak yach? Bisa berduaan
terus, ada yang nganter kemana-mana, ada tukang ojek gratisnya. Nikah itu bisa
bikin kaya lho. Nikah itu bisa menghapus
rasa galau dan nikah itu bikin hidup lebih hidup. Yes!
Pertanyaannya
sekarang. Apa iya nikah seenak itu? Semudah itu? Segampang itu?
Nikah
itu tak sekedar pernyataan, “Aku suka kamu dan kamu suka aku. Yuk, nikah!” Namun
lebih dari itu.
Perhatikan!!!
Nikah
itu tak sekedar romantisme belaka, karena nikah adalah pondasi terbentuknya
masyarakat yang islami, kumpulan tanggung jawab, bagian dari tahapan kehidupan
dan kadang-kadang nikah juga membawa masalah tersendiri apabila pelakunya tidak
mempersiapkan diri dengan baik.
Nikah
adalah pondasi terbentuknya masyarakat yang islami sebab lewat pernikahan kita
diwajibkan membentuk keluarga yang samara, keluarga teladan yang bisa
membimbing anak-anak kita nanti menjadi anak yang soleh-solehah. Jadi, harus
dipikirkan matang-matang sebelum kita menginjak pada tahapan hidup yang penuh
tanggung jawab ini agar kita bisa mempertanggungjawabkan dengan baik di hadapan
Allah nanti.
Perlu
banyak persiapan yang memang harus dipersiapkan terlebih dahulu sebelum
menginjak ke jenjang pernikahan. Pertama adalah persiapan fisik, kita butuh
fisik yang sehat dan bugar. Tahu sendiri kan kita nantinya tidak hanya
mengurusi diri kita sendiri, tapi juga mengurusi anak orang. Kedua butuh
persiapan fikri, harus punya pikiran yang sehat dan fresh, selain itu kita juga
butuh ilmu tentang pernikahan. Masak mau nikah tapi tidak tahu caranya, tidak
tahu bagaimana prosesi akad nikah dan sebagainya, ya memalukan dong. Ketiga butuh persiapan psikis,
kesiapan mental kita saat menghadapi permasalahan-permasalahan yang nantinya
akan berdatangan tak diduga-duga ketika sudah menjadi suami-istri. Keempat,
kita butuh persiapan ruhiyah. Dalam sebuah pernikahan, kita dituntut untuk
menciptakan keluarga yang berlandaskan islam yang kukuh untuk menciptakan
generasi-generasi tangguh. Majunya masyarakat kan dimulai dari sebuah keluarga.
Kelima, kita butuh persiapan finansial. Tidak lucu dong, sudah nikah tapi masih nodong ortu. Kelima, kita butuh
persiapan skill. Terutama untuk calon istri, menjadi seorang istri harus bisa
skill-skill tertentu, misalnya masak, membersihkan rumah, atau yang lainnya
agar suaminya senang.
Selain
persiapan-persiapan yang telah dijabarkan, ada persiapan juga yang perlu
dipersiapkan selepas honeymoon. Wuuuu, honeymoon, kedengaran romantis. Hust, masih kecil dilarang ngintip-ngintip!
Kita perlu membuat kesepakatan dengan pasangan kita nanti, di mana nanti tempat
tinggal setelah menikah, keuangannya bagaimana, hak suami-istri bagaimana,
harus memahami perbedaan karakter, boleh tidak istri berkarir di luar rumah,
soal mertua, lalu saat mempunyai anak, dan sebagainya itu perlu dibicarakan
baik-baik agar tidak menyesal dikemudian hari. Aneh kan kalau awalnya setuju
menikah, lalu tiba-tiba sang Istri ingin bekerja di luar rumah dan suami
ternyata tidak mengizinkan. Penyesalan istri maupun suami akan datang silih
berganti dan ini akan membuat rumah tangga tidak harmonis lagi.
Closing
statement-nya sekarang adalah focus persiapkan
diri kita karena nikah tidak hanya di dunia tetapi juga pernikahan di akherat
untuk membangun keluarga samara.
0 comments:
Post a Comment