Tumpuanku Berkurang

Tadi pagi-pagi buta, kutatap jam dinding yang bertengger di kamarku. Buyar dan buram. Oh mungkin karena aku tak memakai kaca mata. Lalu kuraih kaca mata di mejaku dengan sigap, kukenakan dan kukembali menatap jam dinding yang masih bertengger di dinding kamarku, ternyata mataku makin kunang-kunang. Ada apa gerangan? Apa aku mulai kelelahan? Setelah tidur panjang?

Ah masih terlalu pagi. Namun, kuberanjak ke belakang, mengambil air wudhu. Kakiku terasa sangat berat untuk melangkah. Ya Allah, kenapa lagi? 

Ayah yang biasa mengantarku ke kampus sekarang masih di Bandung. Terpaksa aku naik kendaraan umum lagi, tak lain yaitu bus. Bus Savira, langgananku. Semalam aku bertekat dengan sebulat-bulat tekad, bahwa aku akan kuat. Aku pasti mampu. Tetapi, tekad itu sirna. Kakiku tak kuat lagi untuk menapak, meski hanya sekedar menaiki satu anak tangga. Aku terjerambab, hingga tulang-tulangku terkena pinggir-pinggir besi. Melewati anak tangga menuju ruangan kelas pun aku harus berpegang erat pada pegangannya, merangkak. Jadi teringat film Jepang "One Litre of Tears" yang tokoh utamanya kesulitan berjalan, tetapi ia tetap bersemangat dalam menapaki anak tangga satu demi satu. Bahkan ia sempat terjatuh terguling-guling, namun ia tak putus asa. Ia tetap tersenyum walau berat dan pahit. Teringat hal itu, aku pun semangat kembai menapaki anak tangga pagi itu.

Tumpuanku, satu-satunya harapanku untuk terus melangkah maju. Oh Allah, sungguh sabarkan aku dalam menjalani ini semua. Kutahu di balik ini semua Engkau simpan rahasia indah untuk hamba. Ya Allah, kuatkan aku.

0 comments:

 
Lautan Tintaku © 2012 | Designed by Canvas Art, in collaboration with Business Listings , Radio stations and Corporate Office Headquarters