Kadipiro,
6 April 2014
Di
bawah sinar lampu yang berpendar-pendar, tampak jari-jari berkuku jingga
menari-nari di atas keyboard laptop keemasan. Sebuah tarian jari yang hendak
menyampaikan pesan tertentu yang dilihatnya di malam yang pekat di luar sudut kamarnya.
Terdengar
keras nan jelas suara-suara dari pita suara para jalu berkaki dan bertangan.
Entah apa yang membuat mereka bersuara dengan kerasnya “HUAHAHAHAHAHA”. Tak
hanya sekali dua kali, tetapi telah berkali-kali bahkan jari-jari tangan itu
tak mampu menghitungnya kembali.
Lalu
terdengar pula para wanita yang mencoba memberi kritik atas suara keras para
jalu di luar sana. “Kalau mereka memekak keras ‘HUAHAHAHAHA’ kita juga bisa
“Huihihihi,” kata seorang wanita.
Tiada
yang tahu maksud jari-jari jingga menari-nari seperti itu. Mereka masih tetap
menginjakkan dirinya pada not-not keyboard hingga berdecik-decik. Bukan tarian
klasik atau modern, tapi tarian indah yang tak bisa dimengerti oleh semua
orang.
Inilah
seni... Inilah sastra...
Orang-orang
mengerutkan dahi ketika mendengar kata 2S tersebut, seni dan sastra. Mereka
pengguna yang candu namun tak pernah menghargai pencipta seni dan sastra. Tiap
waktu hanya meremehkan pembuat seni dan sastra. Tapi hati merasa ada
kejanggalan. Huft, mereka pengguna tak tahu diri.
“HEI,
SIAPA KAU? APA GUNANYA BELAJAR BAHASA? APAGUNANYA BELAJAR BERKATA-KATA? APA
GUNANYA BELAJAR SASTRA? APA GUNANYA BELAJAR SENI?”
Pertanyaan
demi pertanyaan berdebam-debam. Tanda tanya pun muncul dibenak kami, para
sastrawan dan seniman.
“Siapa
yang membuat novel yang kau nikmati tiap kau butuh hiburan? Siapa yang membuat
film komedi dan tragedi atau romantisme ketika otakmu sedang terbakar hingga
membuatmu tertawa lepas? Siapa yang membuat monas? Siapa yang membuat kain
batik yang sering dibangga-banggakan publik internasional? Siapa yang membuat
pakaian yang kau gunakan itu hingga dirimu tampak cantik dan tampan? Siapa yang
mampu meriasmu ketika kau pergi ke salon? Siapa yang membuat negara Inggris
hebat seperti itu? Inggris hebat karena Raja Inggris waktu itu lebih memilih
seorang sastrawan dan seniman yang bernama Skispere.”
Coba
pikirkanlah sebelum berkata-kata! Jangan hanya menghina!