Labels: , ,

ASA TIADA BATAS

Setiap pribadi pasti mempunyai asa, harapan, dan cita-cita masing-masing. Cita-cita yang terus membuat kita bergerak untuk sebuah kemajuan keluarga, agama, nusa dan bangsa.

Orang yang memiliki cita-cita yang kuat pastilah sekuat tenaga akan dikejar sampai dapat dalam genggaman. Walau halang rintang menghadang di hadapan bertubi-tubi.

Setiap rumah tangga juga mempunyai visi-misi ke depan. Visi-misi untuk mewujudkan cita-cita yang tersimpan dalam dada dan fikiran.

Aku dan suamiku pun mempunyainya. Tidak hanya satu tetapi sangat banyak. Salah satunya adalah membentuk masyarakat intelektual, membentuk dan mencetak cendikiawan muslim.

Walaupun terlambat lulus dan sakit yang menggerogoti tubuh, saya berusaha untuk lulus S-1 dan berjanji tidak akan pernah mau berhenti belajar. Belajar apapun untuk bekal saya membentuk impian saya.

Walau tertatih, saya selalu berkata kepada suami agar terus belajar dan melanjutkan kuliah. Saat ini, suami sedang menempuh pendidikan S-2. Yach, meski tertatih dan harus berlinang air mata karena selalu dihina.

Orang-orang terdekat kami justru menjadi penghalang impian kami. Hinaan, cacian, olok-olokan selalu dilemparkan ke telinga kami tiap hari.

Mereka selalu berkata,”Buat apa sekolah tinggi, toh tidak berguna. Hutang menumpuk untuk membayar. Tidak bisa mensejahterakan keluarga.”

Kami sudah kebal dengan kata-kata hinaan itu. Rasa sakit di dada berubah menjadi motivasi. Hinaan, cacian, dan olok-olokan itu berguna sebagai perisai saat kami surut semangat.

Ya memang saya akui, saat ini ilmu yang kami dapat di bangku kuliah belum berguna seutuhnya. Memang kami akui, ilmu yang kami peroleh belum berguna untuk mendatangkan uang berlimpah.

Namun, bukan itu tujuan utama kami dalam menuntut ilmu. Kami ingin jadi insan bermanfaat untuk nusa dan bangsa lewat ilmu, bukan lewat uang.  Bagi kami uang adalah bonus saja dan bukan satu-satunya tujuan utama.

Pemikiran sukses di benak kami dan benak saudara-saudara kami berbeda. Mereka menilai sukses itu hanya sebatas uang, harta, dan tahta. Dalam benak mereka, sukses berarti memiliki rumah mewah, mobil mewah, dan uang berlimpah. Mereka tidak salah. Tetapi, pemikiran sukses di benak mereka dan di benak kami berbeda.

Menurut saya dan suami, sukses itu saat kita bisa menjadi orang yang paling bermanfaat di dunia. Bisa mewujudkan cita-cita dan bermanfaat untuk sesama. Memajukan masyarakat bersama bukan hanya memajukan kantong pribadi.

Ah, kami akan terus mengejar cita-cita itu walau harus berdarah-darah, walau harus terus terluka di dada karena lisan-lisan itu. Kami ingin menjadi pasangan sukses dunia-akhirat. Tidak hanya berorientasi pada dunia saja tetapi orientasi kebermanfaatan karena Allah semata, terutama di bidang pendidikan.

0 comments
 
Lautan Tintaku © 2012 | Designed by Canvas Art, in collaboration with Business Listings , Radio stations and Corporate Office Headquarters