Labels:

Aku Mencintaimu Karena Allah

“Allah, terima kasih Engkau telah mengkaruniakan kepadaku orang tua yang sangat baik. Orang tua yang mampu membimbingku menjadi insan yang baik. Terima kasih, karena aku terlahir di keluarga penuh cinta ini.”

Aku anak pertama dari tiga bersaudara. Skenario Allah menakdirkan tiga bersaudara perempuan semua, alhamdulillah. Meski sering cekcok karena sesuatu. Maklumlah anak-anak perempuan satu sama lain biasanya tidak mau disaingi. Tetapi, insya’allah inilah yang menjadikan keharmonisan keluargaku bersama saudara-saudaraku, adik-adiku.

Kali ini aku ingin menceritakan bagaimana keluargaku. Kami adalah keluarga kecil dengan beranggotakan lima orang. Ayahku, adalah seorang karyawan pabrik sejak beliau muda. Ia adalah pekerja keras. Setiap hari membanting tulang, memeras keringat demi mencukupi kebutuhan keluarganya, karena memang beliaulah satu-satunya tulang punggung keluarga. Ibuku hanyalah seorang ibu rumah tangga tidak berpenghasilan.

Ayahku adalah ayah paling hebat. Ayahku adalah lelaki sejati yang tangguh. Ia melawan badai demi keluarga yang sangat ia cintai, demi istri dan anak-anak tercintanya. Ayahku, meskipun sudah berusia setengah abad lebih, namun ia tetap gigih dan bagiku semakin tangguh. Ayah, aku sangat mencintaimu. Aku yakin, peluhmu yang menetes akan menjadi amalan mulia di mata-Nya. Allah tidak pernah tidur Ayah. Allah maha melihat semua jerih payahmu. Jihadmu adalah jihad seorang ayah. Aku mencintaimu karena-Nya, ayahku. Semoga Allah selalu menjagamu. Aamiin.

Ibuku adalah ibu tercantik sepanjang zaman. Ibuku adalah malaikat tak bersayapku. Wajahnya selalu bersinar memancarkan senyuman hangat kala melihat anaknya, meski anaknya bermuka masam. Ibuku selalu melayani suaminya dengan baik, begitu pula melayani anak-anaknya dan juga orang tuanya (simbahku). Ibuku adalah wanita perkasa yang bagiku tidak ada yang bisa mengalahkannya. Bisa menyulap sampah menjadi emas, bisa mengubah nanah menjadi indah. Oh, ibu, engkau begitu elok nan cantik. Aku mencintaimu karena Allah.

Ibuku tahu segalanya tentangku meski kutak pernah mengutarakannya. Ibu kau sungguh wanita terhebat. Radarmu kepada anak-anakmu selalu berfungsi dengan baik. Namun, sering aku menyakitimu. Maafkan aku ibuku sayang.

Aku adalah seorang mahasiswa jurusan sastra Indonesia. Aku MAHASISWA, yang selalu menyusahkan keluarga. Sering aku beristighfar. Ayah-Ibu, aku sering menyusahkan kalian. Di usia kalian yang sudah senja, aku masih saja berbuat salah, menyakiti hati kalian, dan sring pula aku menyuruh-nyuruh, merengek-rengek meminta sesuatu.

Ayah-Ibuku, usiaku kini sudah 20an tahun, namun selama hidupku belum pernah rasanya aku memberikan sesuatu yang membuat kalian tersenyum bangga. Kini, ayah-ibu kalian memaksaku untuk segera melanjutkan hidup dengannya. Namun, ayah-ibu sebelum itu terjadi aku sungguh membahagiakan kalian terlebih dahulu.
Mungkin bukan dengan harta, emas, atau tahta. Ayah-Ibu, restui anakmu dalam berjuang untuk membahagiakan kalian dunia-akhirat.

Ya Allah, jagalah kedua orang tuaku. Cintailah mereka, karena sesungguhnya aku mencintai mereka karena-Mu, Robby.

0 comments
Labels:

Rentetan Puisi Jiwa

4 Agustus 2013

Dalam diam, dingin mengelabui saraf-saraf peraba. Mencoba mengalihkan jiwa pada raga, namun tak bisa.
Rasa itu terus mendera.
Menghujam bak badai bergelora.
Meluluhlantakkan sekat-sekat dalam kalbu.
Menghancurkan ruang-ruang dalam jiwaku.

4 Agustus 2013

Belati tajam mengoyak-oyak sang kalbu. Teriris, meringis, menangis.

4 Agustus 2013

Seperti alam:
Mendung menyapa kalbu yang tertunduk lesu menanti cahya mentari.
Namun, harapnya sia-sia hingga hujan mendera. Menempa tubuhnya.
Kuyu.
Layu.
Hanya bisa alirkan airmata.

Kalbuku yang lembut terkoyak oleh rintik hujan.
Berdarah.
Terluka sudah.

4 Agustus 2013

Sepertinya ada duri yang menancap di ulu hati.
Ternyata hanya sebuah pertemuan 'antik'.
Bukan terkenang bahagia tapi malah terluka.

‪#‎bertemuuntukdibelati‬

4 Agustus 2013

Tetes demi tetes berjatuhan.
Memberi rasa pada yang hambar.
Mengalihkan duniaku seketika.
Namun, rasa itu begitu ngilu.
Terasa amat pedas.
Aku tak dapat menahan rasa yang bergejolak itu.
Aku tak mampu hingga tetes-tetesnya makin deras.

Oh, sambal dan cuka
Kau menggoda.

5 Agustus 2013

Maaf jika lisan ini bagai samurai yang memangkas hatimu, menebasnya tanpa kutahu.

7 Agustus 2013

Waktu pagi nan cerah dan sejuk ini kugunakan untuk menyelami dunia kata baru di hatimu,
Mencoba menelisik rerimbunan kata-kata yang kau sembunyikan dari balik kerongkongan,
Lama kuberkelana, tak kutemukan jua
Perlu kau tahu,
Seberapa kuat dan keras kau sembunyikan dariku, sekuat dan sekeras itu pula aku akan mencari tahu

Ingat!
Aku tak akan pernah putus asa,
Bila dengan cara ini kutak menemukannya jua
Akan kubabat habis, rerimbuanan itu
hingga semua jadi milikku
PUAS?!


By: Novitasari Mustaqimatul Haliyah on status facebook

0 comments
 
Lautan Tintaku © 2012 | Designed by Canvas Art, in collaboration with Business Listings , Radio stations and Corporate Office Headquarters