Labels: ,

Anak Pertama


Teringat ketika kanak-kanak, ketika mendengar musik India. Hati tergerak untuk segera mengambil selendang dan berjoget mengikuti irama. Menari-nari seperti tiada beban, tanpa dosa yang bergelantungan dan ceria tiada tara. Menari-nari riang dengan senyuman yang mengembang, tidak ada rasa malu sedikit pun. Huft, masa kanak-kanak yang tidak pernah terlupakan. Masa yang indah. Masa di mana belum mengerti akan amanah dan tanggung jawab.

Ingin rasanya kembali ke masa itu. Ceria dan selalu dimanja. Bahagia dan selalu dicumbu mesra oleh ayah-bunda. Kini? Semakin dewasa justru semakin merana. Karena apa? Tugas dan tanggung jawab yang dipikul semakin banyak. Ditambah lagi hidup sebagai anak pertama, kakak dari adik-adikku. Terasa semakin berat saja. Keteladanan? Ya, sebuah keteladanan yang harus kuberikan kepada mereka. Kehati-hatian dalam bertindak harus sangat diperhatikan, karena semua akn dilihat dan dijadikan contoh.

Anak pertama sebagai tolok ukur berhasil atau gagalnya orangtua mendidik anak-anaknya. Anak pertama yang selalu dijadikan ukuran dari segala bentuk sebab dan akibat. Anak pertama. Ya lagi lagi anak pertama. Aku anak pertama sebagai mahasiswa. Dirasa masih kanak-kanak, tapi tahukah kamu bagaimana rasanya sebagai anak pertama yang hidup di desa sekaligus sebagai mahasiswa? Mahasiswa di desaku sangatlah jarang bahkan akulah satu-satunya dari generasiku. Dan ini adalah tanggung jawab yang besar bagiku, mengingat kata-kata "Bali deso, bangun deso"

0 comments:

 
Lautan Tintaku © 2012 | Designed by Canvas Art, in collaboration with Business Listings , Radio stations and Corporate Office Headquarters