Labels: ,

Akhwat SKI on The Travel: Pati Episode


Pagi itu, ayam pun sudah mulai berkokok bersahut-sahutan melihat secercah cahaya lampu, seakan memang masa depan yang nyata dan menyenangkan telah di depan mata. Riang, seperti riangnya hatiku pagi itu.
Waktu menunjukkan pukul 04.00 WIB, selain suara kokok ayam yang bersahut-sahutan juga ada suara adzan silih berganti berkumandang dari desaku, dan desa-desa tetangga. Membangunkanku yang terlelap dalam mimpi panjang. Selimut yang membungkusku hangat terpaksa harus segera dilipat. Huft, denting jam tak mau untuk sekedar berhenti sejenak, putaran jarum jam semakin lama semakin terasa cepat, secepat detak jantungku yang terkaget-kaget karena jam pun telah menunjukkan pukul 04.30 WIB.
Aku pun segera berlari untuk membersihkan badan, berdandan dan berkemas-kemas. Semua peralatan yang kubutuhkan harus segera kumasukkan ke dalam tas kecilku. Pakaian ganti, makanan ringan, dan sedikit obat. Oh iya, tak lupa buku diaryku kumasukkan juga, takut kalau-kalau dibaca adik-adikku dan ibuku. Hehe… Kini pun aku siap berangkat dengan mengenakan gamis merah abu-abu, jilbab merah, sandal gunung, tak lupa juga jaket SKI FSSR UNS yang juga berwarna merah kukenakan. Kata buku yang pernah aku baca, warna merah itu menunjukkan warna yang penuh dengan semangat dan gelora api yang membara, maka aku pun juga harus semangat. Kalau masalah jalan-jalan, atau refreshing sich aku jagonya yang bersemangat. Eh, jantannya atau jagonya yang bersemangat yach? Hmm, emangnya ayam apa?
Jam tanganku kini telah menunjukkan pukul 06.37 WIB. Waaah, kayaknya aku bakalan telat nich. Janjiannya kan kita bertemu di terminal tirtonadi pukul 07.00 WIB. Waduuuh, bagaimana ya nanti? Kalau aku telat, masa’ harus ke Pati sendirian? Huft, Ayaaaaaah, ayo ngebuuuuuuuuut!
“Sreeet-sreeet-sreeet!” Wuish, Alhamdulillah, aku sampai di terminal tirtonadi pukul 07.06 WIB. Telat dikit tidak apa-apa, batinku. Setelah aku sampai di sana, astaghfirulloh tidak ada satu pun akhwat SKI. Apakah aku ditinggal? Tanyaku dalam hati.
Saat aku kebingungan mencari mereka, Alhamdulillah aku mendapatkan sebuah SMS yang membuat hatiku sedikit lebih tenang. SMS dari kabid Nisaa’, mbak Anisa, “Dek, mbak tunggu di pintu keluar barat.” Wuuush! Ciiiiiit! Sampai dech di hadapan mbak Anisa, mbak Wati dan Zulfa. Aku menyesal sudah telat. Maksudnya menyesal telat dikit, harusnya bisa telat lebih lama, dandan yang lebih rapi lagi, hehe… Aduuuh, kok lama-kelamaan aku jadi centil yach?
Kami pun menunggu teman yang belum datang. Tak lama kemudian, mbak Yati pun datang, Alhamdulillah, nambah satu personil lagi. Lamaaaaa, lalu ada pak satpam menghampiri kami, menyuruh kami ‘ngadem’ di ruang tunggu, eh nunggu di ruang tunggu ding.
Kesan pertama di terminal tirtonadi, sungguh sangat menakjubkan. Hanya satu kata yang ingin aku ucapkan, yang terdiri dari 3 fonem, dan 1 morfem bebas “WAW”. “Waaaah AC, dingiiiiin mak nyeeeessss,” kataku selanjutnya, dalam hati.
Selain disambut dengan udara dingin dari AC-AC yang terpasang dipinggir-pinggir dinding, kami disambut oleh Spongebob. Hihi, maksudnya setelan LCD besar di antara sekat-sekat tempat duduk yang kami pilih, filmnya Spongebob. Membuat perutku sakit, nahan tawa.
Haduuuw, udah jam 07.30 WIB kok mbak Hanik dan Pipin juga belum dateng ya? Kemanakah mereka? Lama kami menunggu, dan akhirnya satu persatu datang. Syukurlah, perasaanku sedikit lebih ringan, tinggal nunggu bisnya.
Sudah setengah jam menunggu bis, kok tidak datang-datang ya? Adanya bus-bus eksklusif jurusan Yogjakarta dan Jakarta. Karena tidak sabar, akhirnya kabid nisaa’ kami memutuskan untuk menelepon mbak Mila. Wah, ternyata kami salah tempat. Bus Jurusan Pati, Blora, Purwodadi mah adanya di terminal bagian timur, eh ini malah nunggu di bagian barat. Alamaaak, harus jalan jauh lagi. Tapi tidak mengapa, inilah yang disebut dengan “Traveling”. Kalau tidak nyasar-nyasar ya bukan traveling namanya, gregetnya tidak ada.
“RELA-RELA-RELA”
“Rela, mbak?” tanya seorang laki-laki kepada rombongan akhwat SKI.
“Pati, Pak?”
“Ya, Rela. Silahkan naik!”
Dahiku berkerut-kerut memikirkan makna kalimat demi kalimat yang terlontar oleh dua orang tadi. Huft, inilah salah satu keunikan bahasa. Keunikan mempelajari sastra terutama linguistik atau lebih dikerucutkan pada pragmatik. Lihat saja kalimat pertama yang dilontarkan dan kalimat jawaban yang terucap! Apakah nyambung kalau dipikir-pikir? TIDAK! Tapi maksudnya bisa ditangkap, bukan?
Okey, tadi itu bukan apa-apa, hanya awalan saja. Hehe, awalan kok panjangnya minta ampun. Inti dari perjalanan kami baru akan dimulai. Jangan bosan membacanya ya! Ikuti terus traveling kami di himmaaliyahsk.blogspot.com. Hah, malah promosi blog.
Kami pun mulai menapaki tangga-tangga bus yang lumayan curam. Aku duduk di dekat jendela, bersama dengan Zulfa. Sedang mbak Anisa dengan mbak Yati, mbak Wati dengan Pipin, mbak Hanik sendirian. Baru menaiki bus dan belum apa-apa mbak Yati sudah mabuk, padahal bus juga belum dikemudikan. Apakah ini awal yang buruk atau malah menjadi awal yang menyenangkan? Ikuti saja terus tulisan ini sampai habis! :p
Yeeeei, perjalanan dimulai jugaaaa. PATIIIIIIII I’M COMING. MBAK MILAAAAA-KUN, I’M COMING.
Di sepanjang perjalanan ke Pati, adalah perjalanan yang paling mendebarkan sedunia. Perjalanan dengan menggunakan bus Rela. RELA, nama bus yang akan membawa kami sampai ke Pati, rumah mbak Mila. RELA, ya benar Rela namanya. Kita harus rela apapun yang terjadi, rela diperlakukan apapun di dalam bus, rela berkorban, rela kehilangan, dan macam-macam rela yang lain yang tidak perlu disebutkan satu persatu, dan semua orang pun sudah tahu. RELA, bus yang memerlukan semangat membaja. Jantung dipertaruhkan, jika hendak menaiki rela. Memerlukan mental dan fisik yang kuat, jika kamu hendak menaiki rela. Jadi persiapkan mental dan fisikmu terlebih dahulu sebelum naik rela, jangan sampai mental dan fisiknya asal-asalan nanti tidak bakal tahan.
Benar-benar harus menyiapkan mental dan fisik yang kuat dan tangguh. Banyak godaan menghampiri. Para pengamen yang silih berganti menghibur diri, walau kami tidak sampai hati tapi kami terpaksa mengikuti sajian yang dipersembahkan untuk kami. Sebuah lagu fals yang mereka nyanyikan, dengan sedikit bantuan alat musik ketipung murahan, kami terpaksa ikut bergoyang. Hati kami mengingkari, kami tidak menyukai, tapi terpaksa mengikuti. Hah, semua ini gara-gara kita harus rela. Yach, seperti apa yang telah kuungkapkan tadi. Rela, seperti nama busnya dan memang mengidentifikasikan agar kita rela dalam keadaan apapun, dalam kondisi apapun. Kata pepatah Jawa, kita harus lila legawa.
Di dalam bus, kami mencoba untuk tidur tetapi selalu gagal. Berkali-kali Rela terpaksa harus direm secara mendadak, membuat kepalaku berkali-kali terbentur jog tempat duduk. Berkali-kali juga hampir menabrak truk, bus dan yang terparah adalah menabrak delman, menabrak kuda. Benar-benar senam jantung. Deg-degannya melebihi naik halilintar di Dufan.
Pening kepalaku terbentur terus menerus, selain karena terbentur juga pening karena lagu yang diplay di sepanjang perjalanan adalah lagu-lagu lawas, Crisye. Jadi inget perjalanan pulang dari Blora ke Solo bersama anak-anak FLP, kang Nass, dan mas Ngadiyo. Mereka penggemar lagu-lagu lawas, dan terpaksa aku mendengarkan mereka menyanyi dengan asyiknya. Yach, tak mengapalah mereka menyanyi seperti itu, menikmati masa muda mereka dalam masa tua mereka.
Balik lagi ke Bus Rela. Kami terpaksa berkali-kali menghembuskan nafas panjang-panjang untuk menenangkan detak jantung yang semaikn lama semakin cepat. Sopir yang ugal-ugalan, yang selalu menyalip para truk-truk yang lewat di jalan yang menikung membuat kami selalu was-was. Didukung pula, suasana hutan dan jalanan yang berkelok-kelok, semakin menambah horor perjalanan kami. “Tiduuur, tiduuur, sayang,” berkali-kali kalimat itu terucap untuk diriku sendiri, tapi sial tak pernah berhasil.
Yach, akhirnya. Akhirnya aku sungguh terharu, kami sampai di terminal Purwodadi dengan selamat. Alhamdulillah ya Allah, Engkau telah menyelamatkan kami dari “sebuah kerelaan yang harus menjadi tumbal ketika berada di dalam bus rela”.
Aku kira perjalanan mendebarkan itu sudah usai. TIDAK, ternyata masih ada satu bus lagi yang harus kami tumpangi. Bus kota jurusan Pati. Bus mini ini juga tidak kalah horor dari bus rela tadi. Video yang diplay di sepanjang perjalanan, membuatku mengelus dada. Horor. MONATA, Tahu? Aku kira kalian sudah tahu. Monata adalah grub dangdut sejanis SONATA. Penyanyinya sexy-sexy, mengumbar aurat, membuat para lelaki utamanya lelaki hidung belang tertarik-tarik, bak magnet. Pakai acara sawer-saweran lagi. Tahu tidak, penyanyi-penyanyi itu menyanyi dalam rangka apa? Halal bihalal, men. HALAL BIHALAL, loh. Astaghfirulloh. Selepas lebaran harusnya kembali suci kok malah kembali terkotori dengan melihat hal-hal yang tidak berhak dilihat. Horornya lagi tidak hanya tentang itu, tetapi juga medan jalan yang kami lewati tidak mendukung sama sekali, semuanya serba menyeramkan. Jalanan ‘krowak’, emm maksud saya berlubang, berlumpur, karena memang di sana adalah raja padas. Konon katanya di situ akan dibangun pabrik cabang semen gresik, tetapi batal karena ditentang oleh warga setempat. Alhamdulillah lah, alam tidak akan dirusak.
Kanan kiri jalanan yang kami lewati adalah hutan, sawah, dan ladang jagung. Mengherankan bagiku, banyak desa-desa yang tidak mempunyai gapura, yaaa minimal papan nama lah. Jangankan gapura, papan nama desa pun tidak ada. Tapi, kondektur atau lebih akrab disebut dengan ‘kernet’ hafal sekali desa-desanya meski tidak mempunyai papan nama. Ada juga pondok-pondok pesantren yang letaknya jauh di tengah peladangan jagung, menyepi, menyendiri. Tidak begitu tahu pesantren apa, tapi pokoknya ada lah.
Lanjut lagi ya? Jam tanganku menunjukkan pukul 11.35 WIB. Sejam perjalanan terminal Purwodadi-Pati Selatan, sampai juga di rumah mbak Mila.  Kami disambut hangat oleh Ibu dan keponakannya (Alba namanya) dan lebih hangat lagi kami disambut oleh berbagai makanan yang tersaji di ruang tamu. Subhanallah, perut kami sudah keroncongan. Setelah berbasa-basi sebentar, dan setelah kami dipersilahkan untuk mencicipi anekan jajanan yang disediakan, kami pun segera melahapnya habis. Bersisa, sih tapi yaaa gitu lah namanya orang kelaparan.
Istirahat sebentar sambil mengisi perut yang sedari tadi keroncongan, kami pun segera memenuhi panggilan adzan. Sholat berjamaah. Setelah itu, kami makan besar. Waw, mbak Milaaaa, tanteeee, terima kasih, kami sangat merepotkan ya? Maaf ya! :’)
“Klik”
Hmmm, MNCTV, India leeen acara TV-nya. Siapa sich yang tidak suka film india? Kebetulan kami semua menyukai film-film India. Pikiranku jadi melayang-layang lagi, ingat film SKI FSSR UNS yang menjadi juara satu, HITAM PUTIH 3, bentuk filmnya india-indianan. Lucu pokoknya kalau kamu lihat. Pingin lihat? Search saja di youtube, insya’allah sudah diupload kok. Kami serempak nonton film India di MNCTV, Kabhi Kushi Kabhi Gham, serunya nobar, nonton bareng. Penuh dengan kebersamaan.
Lalu setelah sholat ashar, kami harus segera keluar rumah karena kami harus segera melanjutkan perjalanan atau traveling kami ke alas, sebenarnya sich tidak sesuai disebut alas, lha wong gunung kapur kok. Untuk mencapai tempatnya kita tidak butuh waktu lebih dari 5 menit, kan tempatnya pas di depan rumahnya mbak Mila, tinggal sedikit menerabas kebun orang dengan berjalan kaki.
Mulai dech narsis-narsisannya, ceprat-cepretnya. Aku mah kali ini tidak mau pegang kamera, hihi…padune mau dicepret terus. Kami naik ke atas bukit kapur yang tinggi. Setelah sampai di puncak, masya’allah pemandangannya luar biasa. Takjub dengan kekuasaan-Nya yang maha indah.
Angin sepoi-sepoi menyuarakan riangnya hati kami. Seolah menjerit, berbahagia menyambut kedatangan kami.
Ya Allah, sungguh indah sekali alam ciptaanMu. Dari atas sana, kami bisa melihat sawah-sawah membentang luas, ladang-lagang jagung dan jalan-jalan raya bagai garis-garis melintang di antara persawahan dan peladangan.
Karena sudah terlalu sore, dan matahari hampir tenggelam ya sudah kami balik ke rumah mbak Mila, ngantri mandi.
Yaaach, disambut lagi dengan jagung bakar. Mantap, dingin-dingin makan jagung anget. Perjalanan malamnya hingga pulang ke Solo kembali tidak usah diceritakan ya? Ini sudah jam 23.01 WIB, aku ngantuk. Padahal sebenarnya aku mau nulis tentang “Transaksi Rumah Tangga” eh malah nulis ini. Ya sudah, yang tentang itunya besok saja lah di kampus. Semangaaaaat! Semangat apa ya? Bobo’? Hu’um :D
Intinya perjalanan ke Pati sangat seru. Terima kasih untuk mbak Mila dan keluarga yang telah menyediakan konsumsi gratis untuk kami. Muach, ini ciuman mesra untukmu mbak Milaaaaa-kun. :p
ARIGATO
GOMENASAI
:D

Pati, 12-13 Januari 2013

0 comments:

 
Lautan Tintaku © 2012 | Designed by Canvas Art, in collaboration with Business Listings , Radio stations and Corporate Office Headquarters