Kunang-Kunang

Aku hanya mampu memendam rasa yang tak lagi berwarna jingga merah jambu
Tak tahu mengapa, tak tahu bagaimana rasa mendeklarasikan hal itu
Tiba-tiba hukum alam berkehendak
Vonis telah dijatuhkan tanpa ampun, tanpa ada lagi kesempatan untuk melonglong

tiada daya lagi yang bisa dikerahkan
semuanya kosong
tenaga telah terbakar hangus oleh merahnya neraka

kau pikir aku masih pink?
TIDAK!
neraka yang membuat kunang-kunang benderang dalam  cahaya telah kembali
kau pikir neraka jahat?
TIDAK
Neraka hanya wadah ajaib bagi orang-orang celaka
mereka patut dihukum

aku pun tak tahu kenapa neraka identik dengan kunang-kunang
aku sendiri tak tahu mengapa pikiran itu merasuk dalam benakku

oh iyaaa....
deklarasi hukum cinta telah berubah menjadi hukum kebencian!!!

0 comments
Labels:

Bintang di Langit


29 Agustus 2011
“Kasih, meski hatiku engkau tusuk berjuta-juta kali hingga luka ini mengenga, aku tetap mencintaimu.
Meski engkau ingin membunuhku perlahan-lahan dengan segala perasaanmu. Aku tetap menyayangimu.
Meski kau terjunkan aku ke dalam jurang kenistaan. Aku tetap mengagumimu.
Meski kau masukkan aku ke kandang harimau dan buaya. Aku tetap menginginkanmu.
Kasih, hatiku takkan pernah berubah sedikitpun. Meski kini kau telah memilih yang lain.
Aku akan tetap menanti dan merinduimu meski perih mendera menghujam dada.
Aku akan selalu berharap dan berdoa bahwa suatu saat nanti engkau milikku.
Meski hanya dalam mimpi semata.
Aku selalu mencintaimu karena-Nya.”

Perih batinku, tersayat-sayat mendengar curahan hati yang kini tak akan kudengar lagi. Fikiranku mengembara, menilik masa lalu yang kelabu. Masa lalu yang membuatku berada dalam lorong gelap tanpa cahaya. Masa lalu yang membuatku sungguh menyesal.

Tiga tahun yang lalu

“Assalamu’alaikum,” sapa gadis berperawakan kecil mungil, ia tersenyum manis padaku.
“Wa..wa’alaikumsalam,” sontak aku terkaget melihat sesosok gadis yang telah menjadi sahabatku sejak SMA. Ia datang ke kampusku? Tak pernah aku bayangkan sebelumnya. Universitas Negeri Sukses dan Universitas Impian sangatlah jauh. Tapi ia datang. Sungguh sulit untuk aku percaya.
“Siapa dia?” tanya gadis sexi di sampingku.
“Oh, kenalkan! Ini Bintang, sahabatku. Bintang, ini Mirza teman satu kelasku,” jawabku dengan raut muka mendelik.
“Emm, Bin! Kok kamu bisa ada di sini?” tanyaku kemudian.
“Aku ingin melunasi janjiku padamu. Ini!” ungkap Bintang sambil memberikan rantang-rantang kecil yang dibawanya sejak tadi.
“Ini apa?”
“Ini makanan kesukaanmu. Aku sengaja masakin ini khusus buat kamu seperti janjiku dulu.”
“Janji apa?”
“Janji bahwa sebelum aku ke Jepang aku kan masakin masakan kesukaannmu.”
“Hehe… aku malah lupa. Maaf ya,” jawabku acuh.
“Ini!” sadurnya kemudian.
“Eeemm, tapi aku sudah kenyang. Aku sudah makan,” jawabku agak kecewa.
“Iya… aku tau kamu baru belajar masak kan? Baru belajar aja sok-sokan ngasih orang. Mendingan makanan itu dibuang ke tong sampah aja! Farhan gak akan mau makanan sampah seperti itu!” hujat Kania.
“Tapi…,” ungkap Bintang lirih.
“Tapi apa, huh! Han, ayo kita pergi dari sini!” ajak Kania sambil menggandeng dan menyeret tangan Farhan dengan paksa.
Aku tak mampu berbuat apa-apa. Aku hanya mampu menuruti kehendak Kania yang saat itu mengajakku pergi dari Bintang. Aku tahu hatinya saat ini kelu dan membisu terluka. Aku tahu bahwa ia telah berusaha keras membuatkan masakan itu untukku. Tapi, apa yang telah ia peroleh dariku? Aku mencampakannya dan meninggalkannya sendiri tanpa sepatah kata pun.
Bersambung…..

4 comments
Labels:

KIDUNG RINDU




“Salahkah daku menyimpan perasaan lebih dalam padanya?”
Kalimat itu selalu terngiang-ngiang dibenakku. Berputar-putar mengelilingi pikiranku. Naluriku bergerak laksana Buraq.
“Apakah salah, aku seorang wanita normal tertarik padanya yang gagah perkasa?”
Kalimat yang satu ini juga selalu terlintas di otakku.
Kalau hal itu boleh, mengapa aku tak boleh?
Kalau hal itu halal, mengapa untukku haram?
Alau hal itu benar, mengapa bagiku salah?

Fiiranku mengembara entah kemana.
Mungkin sedang berayun-ayun riang bahkan mungkin sedang berada dikutub selatan dan membeku kelu hingga tak sanggup melanjutkan harapan-harapan itu.

Aku adalah seorang gadis normal.
Rindu akan kasih saying dan belaian mesra penuh cinta
Aku, wanita kurang kasih saying
Andaikan, ada seorang pria sholeh dating melamar
Pasti takkan au tolak
Tapi…
Apa yang telah menjadi nyata?
Aku hanyalah wanita biasa yang mulai memikirkan
Mulai menunggu sang pangeran menjemput dengan cinta dan harapan
Semoga pangeran pilihan Tuhan akan segera dating
Semoga pangeran terbai anugerah Tuhan akan segera menjadi sosok pelndung dan pembimbing dikemudian hari.
Amiin.

1 comments

PENGAKUAN SEORANG GADIS 2

Perasaan aneh seorang wanita. Wanita memang sangat aneh. Selalu mengedepankan perasaan daripada logika. Meski perasaan kadang lebih benar daripada logika, tetap saja efek negatif yang mengedepankan perasaan sangat besar.
Simaklah cerita berikut ini!
Konon katanya manusia mempunyai kembaran yang berjumlah tujuh. Kini kita relevansikan dengan kisah seorang gadis yang sedang dalam zona pink, yang ada dalam tahta bunga-bunga warna-warni indah. Ia menyukai seorang pria. Namun sayang, pria yang ia sukai berada nan jauh di sana. Jauuuh. Sang gadis berada di ufuk timur pula Jawa, sedang sang pria berada di ufuk barat pulau Jawa. Kasihan sekali sang gadis yang harus memendam rasa cintanya sendiri. Cinta tak terbalas. Cinta dalam hati. Merana sendiri. Menangis-menangis sendiri. Melamun pun sendiri.
Ketika lonceng berbunyi nyaring, matanya terbelalak. Angin kencang namun perlahan meniup-niup kerudungnya dengan manja. Mengaburkan pandangannya di alam sekitar. Memfokuskan mata pada garis lurus yang berdiri tegak, membuat jantungnya berdetak kencang. Semakin lama detakan dan goncangan itu semakin kencang. Angin yang bertiup perlahan berubah menjadi angin ribut, angin badai. Dahsyat. Bergemuruh. Namun, sang gadis tak berkedip sedikitpun. Angin ribut yang membadai tak bisa menggoyahkan posisi duduknya. Ia tetap teguh, matanya tetap fokus pada garis lurus di hadapannya.
Masih membicarakan tentang M. J. Sesungguhnya bukanlah M. J. yang ia sukai. M. J. hanya cerminan dari seorang pria yang berada di ufuk barat pulau Jawa. Namun apa yang terjadi pada sang gadis? Ia tertarik pada M. J. Ia terpesona. Baginya memandang M. J. sama dengan memandang pria yang berada di ufuk barat pulau Jawa. Sungguh gadis aneh sedunia.

0 comments

PENGAKUAN SEORANG GADIS

Sekarang saya mengetahui hakekat Allah SWT memerintahkan kita untuk menjaga pandangan terhadap lawan jenis. Sebelumnya saya meminta maaf kepada ustadz Burhan Shadiq karena di sini saya bukanlah bermaksud untuk mengumpulkan tugas seperti yang Ustadz perintahkan. Saya hanya menceritakan ulang perjalanan seorang gadis yang tidak bisa menjaga pandangannya terhadap lawan jenis.
Esok itu masih remang-remang, dingin mencekam. Namun, rasa dingin tak menghalangi gadis itu untuk segera menunaikan kewajibannya. Entah hanya untuk menggugurkan kewajibannya sebagai seorang muslimah ataukah memang ia sungguh-sungguh dalam melaksanakannya. Pagi ini sang gadis sangat bersemangat dalam aktivitasnya. Ia akan pergi ke sebuah forum diskusi yang akan dihadiri oleh banyak mahasiswa.
Perjalanan menuju kampus baginya adalah suatu yang membosankan. Mengapa? Karena bus berjalan sangat lelet, padahal ia ingin segera sampai di kampus. Ada apa gerangan di kampus??? Haha… mesti kalian sudah bisa menebaknya.
“Lihat-lihatlah bunga andai itu mekar, tiba saat mengucapkan selamat pagi. Masa depan semua mari kita bangun. Lalalalalalalala bernyanyi bersama. Saya hidup di bumi ini. Masa depan dengan kapal angkasa. Mari kita banyak-banyak berikhtiar! Menjadikan satu-satu kita wujudkan Kita hidup di bumi ini, pagi ini esok dan seterusnya. Masa indah sangat indah kota impian,” handphone gadis itu berdering, lagu doraemon.
“Heh! Cepetan! Ada M. J. , lho!” begitulah bunyi SMS itu.
Waktu itu sang Gadis telah tiba di gerbang kampus. Ia pun langsung berlari-lari riang.
“Hah, huh, hah, huh,” nafasnya terengah-engah saking semangatnya.
Ia terus berlari, berlari, dan terus berlari hingga akhirnya sampai di puncak. Setelah sampai di puncak Wow, ada sebuah cahaya menyilaukan. Cahayanya begitu terang hingga ia tak kuasa untuk menatapnya, melihatnya. Kemudian dengan sok cool, sok capek, sok polos, sok bego’ dan sok-sok yang lain ia mendekat ke sumber cahaya itu dan berkata,”Emm, maaf di sini tempat diskusinya ya?” (Padahal sebenarnya ia sudah tau)
Hahaha… karena ada M. J. . Cahaya yang menyilaukan itu tadi adalah M. J. Lebay yach??? Tak mengapa.
Diskusi pun dimulai. Kebetulan tempat duduk sang gadis berhadap-hadapan dengan orang yang disebut-sebut sebagai M. J. Dapat dipastikan, sang gadis yang begitu ngefans pada M. J. tak melepaskan pandangan sedetik pun terhadap M. J. bahkan ia senyum-senyum sendiri, nunduk-nunduk merasa malu sendiri. Astaghfirulloh, setan lihai sekali menggoda manusia. Dijadikan lawan jenis itu begitu indah dipandang. Bahkan, terjadilah dialog di antara tiga makhluk.
Makhluk pertama   : “Hei, jaga pandangan!”
Sang gadis yang menatap tajam M. J. sejenak menunduk sambil mengucap istighfar.
Makhluk kedua      : “Lihatlah! Ia begitu tampan bukan?”
Lalu, ia kembali mengangkat wajah, kembali menatap pemandangan indah di hadapannya. Indah sekali.
Gadis                      : “Subhanallah, terimakasih ya Allah.” (sambil senyam-senyum tidak jelas.
Makhluk kedua      : “Siip. YES!” (meninjukan kepalan tangan keangkasa, seolah-olah ia menang) “Weeeeek.” (melet ke arah makhluk yang pertama, nada mengejek)
Makhluk kedua hanya menggeleng sedih. Lalu keduanya menghilang.
Waktu ishoma pun tiba. Si Gadis pergi ke mushola dengan semangatnya, ia berharap bisa berimamkan M. J. tetapi harapannya gagal. Karena di mushola tak ada air untuk sekedar berwudhu, akhirnya ia balik ke ruang diskusi dan memutuskan untuk makan terlebih dahulu. Tetapi sebelum itu, ia bertanya pada sahabatnya, “M. J. udah pulang ya?”
Pertanyaan yang membuatnya menyesal. Pertanyaan yang menyedihkan karena kali ini pandangannya terlepas.
“Belum kok, tuh tasnya!” jawaban yang membuat sang gadis merasa sangat lega.
Semangat makannya sangat luar biasa kali ini. namun, karena ia ingin segera menghadap sang Khaliq, ia hentikan makan siangnya dan segera menuju mushola lagi. Sesampainya di mushola kembali matanya silau oleh pemandangan yang sangat indah memukau. Siapa lagi??? M. J. sedang sholat di sana. Wow, indah. Ingin berimam padanya tapi harapannya sirna, ternyata itu rakaat terakhir. Sebenarnya ia bisa berimam dengannya, namun karena ia begitu terpesona dengan M. J. ia pandangi lagi M. J. dengan tatapan yang amat memukau pula. Ia bersandar di atas hijab kayu, bersandar dengan khidmatnya memandangi sang makhluk indah.
TIBA-TIBA ada seorang lelaki datang. Sontak ia sangat kaget, jantungnya berdebar kencang, wajahnya ranum memerah, ia tak bisa menyembunyikan rasa malunya. Reflex kala itu ia menjatuhkan diri di balik hijab. Hahaha, kagak bisa dibayangkan betapa malunya kepergok. Hahahaha…
Huft, terpaksa ia berimam dengan lelaki yang memergokinya tadi. Dengan rasa malu yang tak terbendung ia sholat, jangankan khusuk, sholat saja pikirannya melayang kemana-mana.
Setelah ritual selesai, ia kembali ke ruang diskusi. Di sana ia bercerita kepada sahabatnya tadi. Menceritakan kejadian yang sangat memalukan. sahabatnya itu pun tertawa.
Eh, tak disangka ada seorang senior bertanya, “Kenapa tho, Dik?”
Mereka berdua berpandangan, kemudian tertawa lagi. Senior itu semakin heran dan bertanya untuk kedua kalinya, “Kenapa? Ayo ungkapkan saja!”
Mereka berdua tetap tertawa dan tidak menggubris pertanyaan seniornya. Akhirnya seniornya bertanya untuk yang ketiga kalinya, “Kenapa tho? Hayoo ngaku!”
Huft, menyerahlah kedua bersahabat itu. Gadis itu mendekat ke arah seniornya dengan senyum termanisnya dan berkata, “ Tidak usah GR ya, Mas!”
Kawan-kawan, demikianlah Allah SWT menurunkan ayatnya bukan tanpa alasan. Semua ada manfaatnya. Allah memerintahkan hamba-Nya untuk menjaga pandangan karena hal itu tadi. Kita tidak akan bisa menjaga hati sebelum kita menjaga pandangan. Konon katanya ada pepatah “Dari mata turun ke hati”. Nach, maka kita harus jaga pandangan terlebih dahulu baru kita bisa menjaga hati kita.
Cinta boleh-boleh saja, ngefans boleh-boleh saja asalkan tidak melanggar batasan-batasan yang digariskan oleh syariat. Memandang juga diperbolehkan asalkan tidak kebablasan seperti cerita tersebut.

1 comments
Labels:

EMAS UNTUK EMAK

Mentari telah mulai beranjak pergi ke ufuk barat. Burung-burung cantik pun telah mulai pulang ke sarang masing-masing. Indahnya senja di pedesaan membuat segala lelah karena aktivitas di siang hari menguap entah kemana. Seperti sebuah kebudayaan, kebiasaan dan karakter, Ibu-ibu di Desa Butoluhung berkumpul di salah satu rumah warga untuk ngerumpi. Hal yang sangat melekat dengan seorang wanita.
“Wah, Bu. Gelangnya ngejreng sekali. Beli di mana? Bagus lho, iya kan ibu-ibu?” salah seorang dari mereka nyeletuk.
“Iya jelas bagus. Ini emas dari Ausi mas kawin dari mas Gondrong,” jawab Ibu Mila sombong.
“Ausi? Di mana itu?” tanya ibu-ibu tadi mengerutkan dahi.
“Australia. Itu lho Ibu-ibu negeri kanguru. Baguskan?” balas Ibu Mila tambah congkak.
“Ya tentu bagus. Gak kaya mas kawinnya Ibu Khasanah. Emas imitasi. Hahahahahaha,” suara itu bagai petir menyambar-nyambar hatiku.
Aku tidak tahan lagi mendengar percakapan mereka yang hanya menyombongkan kekayaan, perhiasan, dan sebagainya. Dengan langkah gontai karena terlalu lelah mengikuti kegiatan ekstrakurikuler di sekolah, aku meninggalkan wanita-wanita glamour itu. Pedas sekali perkataan mereka. Aku tahu Emak juga menginginkan perhiasan seperti itu. Ingin sekali menghadiahkan perhiasan-perhiasan seperti itu untuk Emak. Tapi apa daya? Aku hanyalah seorang anak kecil yang hanya bisa mengemis pada orang tua. Suatu saat. Ya suatu saat aku akan hadiahkan emas terindah utuk Emak. Itu janjiku.
Segala lelah, kesal, sedih telah menguap ketika kubersua dengan Emak yang berwajah teduh nan cantik. Meski, keriput telah menghias di urat-urat wajah.  Bagiku, Emak tetap yang tercantik. Meski hanya bedak murahan yang ia pakai, bagiku Emak bercahaya.
“Assalamu’alaikum,” sapaku senang bisa bertemu Emak.
Dengan senyuman terbaiknya, Emak membalas salamku dengan ikhlas. Suaranya terdengar khas, merdu, menyejukkan hati. Tidak seperti ibu-ibu tadi. Huh, menyebalkan. Tapi, Emak tidak seperti biasanya. Mata Emak terlihat merah seperti habis menangis.
“Emak! Emak kenapa? Kok menangis?” tanyaku ingin tahu kenapa Emak menangis.
“Menangis? Tidak kok Sayang. Emak tadi habis nyapu terus kena debu. Kelilipan. Mata Emak merah ya?” jawab Emak, tersenyum tipis.
“Oooooo,” balasku ber-Ooo ria, membuat Emak lega.
Tanpa basa-basi lagi aku ngeloyor ke kamar mandi, mensucikan diri. Mengguyurkan air keseluruh tubuh agar kotoran-kotoran yang ada di badan larut bersama aliran air. Lama berada di kamar mandi, pikiranku melayang. Entah apa yang aku pikirkan, aku tak tahu. Yang aku tahu, aku sedang memikirkan Emak. Aku mengkhawatirkan Emak. Setiap hari Emak selalu diejek ibu-ibu tadi. Karena tidak punya emas. Setahuku setahun yang lalu Emak memiliki barang-barang itu tapi, karena Bapak pergi meninggalkan kami untuk orang lain semuanya menguap, menyublim tanpa sisa. Kasian Emak. Sudah kehilangan semua, selalu diejek dan harus mengurusku, membiayaiku seorang diri tanpa seorang suami.
“Sayaaaaang! Mandinya jangan lama-lama! Nanti masuk angin lho,” suara Emak menghamburkan pikiranku.
“Iiiiyaaaa, Maaak!” balasku lantang terdengar seantero pekarangan rumah yang lebih layak di sebut gubuk ini.
Aku pun langsung menyelesaikan mandiku dan bergegas menyiapkan jadwal untuk esok hari sebelum adzan maghrib dikumandangkan. Setelah selesai, tak lama kemudian adzan maghrib berkumandang, menyeru-nyeru syahdu. Aku dan Emak bergegas mengambil air wudhu lantas kami berdua berjalan beriringan menuju mushola yang tak jauh dari rumah. Kira-kira jaraknya sekitar 200 meter.
Seusai sholat maghrib, seperti biasa akan diadakan pengajian ibu-ibu dan seperti biasa pula aku ngintik Emak mengikuti pengajian itu. Sembari menunggu Ustadz Rahman, Ibu-ibu itu itu kembali berkutat dengan kebiasaan buruk mereka ‘ngerumpi.’
“Bu Khasanah! Sebentar lagikan acara perkawinannya ustadz Rahman. Mau pake perhiasan apa?” tanya Ibu Wisnu setengah menyindir.
“Halah, Ibu Wisnu ini sok perhatian. Tanya soal perhiasan kok ke Ibu Khasanah. Mana punya? Paling-paling nanti pake perhiasan imitasi lagi. Emas kan mahal. Sekarang segramnya kan hampir Rp. 70.000,00. Mana mampu Ibu Khasanah itu beli?” cela Ibu Mila.
Emak hanya cengar-cengir, tersenyu getir mendengar celaan itu. Emak lebih bisa bersabar dengan itu semua, mungkin Emak sudah kebal dengan celaan, cacian dan hinaan yang terus menghujam setiap hari. Tapi aku tidak seperti Emak. Aku marah Emak di cela dan dihina. Aku muak dengan semua itu. Mendidih sudah ubun-ubunku. Dan dengan berani aku teriak pada Ibu-ibu itu.
“Jangan hina Emak!” teriakku keras membuat seisi mushala terkejut.
“Menghina Ibumu? Tidak Anak kecil. Ini kenyataan,” balas Ibu Mila sangat angkuh dan congkak. Gayanya sudah seperti ratu dunia. Sok paling cantik dan paling hebat.
“Kau telah menghina Emak! Apa salah Emak sampai kalian selalu menghinanya? Apakah kalian lebih hebat dari Emakku? Hah!” teriakku kembali, membuat seisi mushala berkerumpul melihat keramaian bak melihat opera wayang gratis.
“Sudah sayang! Sudah!” Emak merangkulku penuh kasih sayang.
“Hei anak ingusan! Aku memang lebih hebat dari Emakmu itu! Aku lebih cantik, lebih kaya dan lebih lebiiih lebiiiiiih segala-galanya disbanding Emakmu itu!”
Aku ingin membalas penghinaan itu. Tapi Emak yang penyabar telah menyeretku pergi keluar mushala.
“Mak! Ais, ingin membalas orang itu, Mak. Orang yang terus-terusan menghina Emak. Ais tidak tahan, Mak. Kuping Ais sudah terlalu memerah mendengar semua cicitannya. Biarkan Ais melakukannya, Mak!” kataku parau, berhamburan sudah airmataku.
“Ais sayaang! Sudahlah! Jangan biarkan kemarahan dan kebencian menyelimuti hatimu! Jangan balas cacian, hinaan dengan hal yang sama. Kalau Ais sampai melakukan hal yang sama, apa bedanya Ais sama mereka?” kata-kata bijak Emak seolah bagai air terjun yang menyejukkan. Menyiram bagian hatiku yang sempat membara.
“Mak, Ais janji. Ais janji, Ais akan memberikan emas yang terindah untuk Emak. Ais janji akan membuat mereka malu dan menarik perkataan mereka,” janjiku pada Emak akan aku tepati entah bagaimana caranya nanti.
5 TAHUN KEMUDIAN
5 tahun adalah waktu yang cukup lama. Apalagi waktu-waktu itu kulalui tanpa teman. Warga kampong yang tamak dan mudah terpedaya oleh harta telah menyiksa hidupku dan Emak. Kalian tahu bagaimana kerasnya hidupku selama 5 tahun ini? Kalian tahu?
Selama ini aku harus hidup sendiri. Menghidupi hidupku sendiri, membiayai sekolah sendiri. Ini semua karena mereka yang mudah tergiur oleh harta dan pangkat. Kalian ingat tentang Ibu Mila? Suaminya adalah DPRD Kota Rekosone. Ibu Mila menghasut warga kampong untuk melakukan hal ini padaku dan Emak dengan iming-iming harta dan pangkat. Sungguh sangat kejam. Kejam sekali membuat hidupku dan Emak merana.
Hari ini tepat tanggal 23 Juli 2011, aku berlari menuju sebuah gubuk reot di pinggir sawah. Aku berlari dengan sangat bangga. Aku berlari, berlari, berlari. Tak menghiraukan terik matahari membakar kulit, tak peduli tanah yang becek selepas hujan tadi malam mengenai seragam sekolahku. Aku terus berlari dengan membawa sesuatu.
Aku berteriak memanggil,” Emaaaaaaaaaaaak! Aku tepati janjikuuu. Emaaaak, tunggu anakmu!”
Aku semakin mendekati gubuk itu. Aku terus berlari. Tak sabar aku ingin menunjukkan ini pada Emak. Aku sungguh mempersembahkannya pada Emak.
Akhirnya aku sampai di mulut gubuk itu. Aku tercengang ketika melihat di dalamnya. Aku tercengang. Hatiku sekan tak percaya dan tak pernah mau menerima ini semua. Aku tak akan pernah terima. Saat itu, bulir bening ini kembali membasahi pipiku.
“EMAAAAAAAK!” teriakku sambil terisak.
Tak ada jawaban dari Emak. Emak hanya diam membisu.
“Emaak! Ais… Ais bawa ini untuk Emak. Emak! Lihatlah! Katakana sesuatu untuk Ais, Maaak!” ujarku masih terisak. Tertunduk, terjerembab di pangkuan Emak yang terpasung.
Masih tidak ada jawaban. Tak ada suara yang keluar dari Emak. Yang ada hanyalah suara hembusan angin. Yang terdengar hanyalah suara deburan air sungai.
“Emaaak! Jawab Ais, Mak! Ais, Ais menang, Mak! Ais Menang! Dan medali emas ini untuk Emak. Ais persembahkan untuk Emak. Ngomong, Maaak!”
Lagi-lagi tak ada jawaban. Bahkan tubuh Emak tak bergeming sedikitpun. Emak mungkin sedang tertidur. Mungkin Emak sangat mengantuk. Biarlah Emak istirahat sejenak.
Emak, medali emas ini Ais persembahkan untukmu, Mak. Ais memang belum bisa memberikan perhiasan berupa kalung emas, gelang, cin-cin ataupun anting emas untuk Emak. Ais hanya bisa memberikan medali ini untuk Emak. Mungkin Emak tidak akan pernah melihat, mendengar, merasakan. Tapi sungguh, medali ini untuk Emak. Selamat jalan, Emak!



0 comments
Labels:

Sayap-Sayap Kedengkian

“UI? Kamu mau kuliah disana? Buat apa kuliah jauh-jauh? Buat apa jadi sarjana? Ujung-ujungnya paling jadi pengangguran,” ungkap tetangga Aisyah melengking bagai petir menyambar.
“Saya ingin mencapai cita-cita saya menjadi dosen dan penulis produktif, Bu. Saya yakin asal ada kemauan pasti Allah memberi jalan,” balas Aisyah menahan rasa perih menyayat-nyayat di dada.
Halah, sok pinter,” cibir tetangga Aisyah sembari berjalan meninggalkan Aisyah dengan perasaan iri.
Aisyah pun tak kuasa menahan airmatanya. Berlelehan sudah. Setiap hari dirinya dicibir, disindir, dihina, dan dicaci oleh para tetangganya yang dengki melihat sosok Aisyah yang gigih dan teguh mencapai cita-citanya. Mereka iri kalau suatu saat nanti Aisyah menjadi seorang yang sukses.
“Sudahlah, Nak! Biarkan mereka ngomong apapun yang mereka suka. Jangan dimasukkan ke hati. Tetaplah teguh dengan cita-citamu. Ibu yakin asalkan kamu sungguh-sungguh, Allah pasti memberikan pertolongan untukmu. Sudah! Istirahat sana, besok kan berangkat ke Jakarta,” nasihat Ibu Afifah, Ibu Aisyah menenangkan, menyejukkan qalbu.
Keesokan harinya Aisyah kembali disibukkan dengan cercaan para tetangganya yang dengki. Lagi-lagi tetangga Aisyah membuat onar dengan perkataan-perkataan yang menjatuhkan mental. Mereka seakan tidak suka dengan apapun yang dikerjakan oleh Aisyah dan keluarga. Namun, mereka sok peduli menasihati Aisyah maupun ibu Aisyah. Padahal, nasihat-nasihat mereka menjerumuskan.
“Syah, Aisyah! Kamu itu lebih baik kursus saja atau kerja di Pabrik. Kasihan Ibu, Bapak, adik-adikmu. Kuliah kan mahal. Buang-buang uang saja, belum tentu nanti dapet pekerjaan. Liat tuh banyak di tivi-tivi sarjana jadi pengangguran. Kuliah itu tidak berguna,” nasihat Ibu Susini, nasihat omong kosong.
Aisyah benar-benar geram. Di hari keberangkatannya, masih saja ada orang yang memberinya nasihat yang menyesatkan, memojokkan. Untung, Aisyah bukanlah tipe orang yang mudah menyerah dan mudah goyah. Hatinya seakan-akan sudah mengeras, tahan banting terhadap perkataan orang-orang di sekelilingnya. Subhanallah. Aisyah memang sosok yang tangguh.
“Aisyah berangkat ya Pak, Bu, Dik. Assalamu’alaikum,” pamit Aisyah, tersenyum lebar membuat tetangga-tetangganya semakin risau.
Wa’alaikumsalam. Hati-hati ya, Nak!”
Aisyah pun melambaikan tangan dan menyeka airmata penuh  bahagia juga duka. Bahagia karena cita-citanya telah di depan mata, duka karena harus meninggalkan keluarga tercinta di tengah lingkungan yang selalu risau apabila mendengar kebahagiaan keluarganya.
1 TAHUN KEMUDIAN
“Paaak! Buuu!” seru Erina, berlarian sambil membawa amplop kecil. Membuat para tetangga tercengang, kaget.
“Ada apa tho kok lari-lari? Itu amplop apa?” tanya Pak Waluyo, Ayah kandung Aisyah.
“Ini, Pak. Surat dari kak Aisyah,” jelas Erina masih tersungut-sungut lelah berlarian dari kelurahan.
“Buuu! Buuu! Ada surat dari Aisyah!” seru Pak Waluyo membuat para tetangga berdatangan ingin tahu apa isi surat itu.
“Cepet buka, Pak!” suruh Bu Afifah tidak sabaran.
Surat pun dibuka. Dan dibacakan di depan orang banyak.
“Assalamu’alaikum. Pak, Bu, Dik! Apa kabar? Semoga dalam perlindungan Allah SWT. Aisyah di Jakarta baik-baik saja kok. Berkat doa keluarga Alhamdulillah Allah selalu melindungi Aisyah. Pak, Bu, Dik, kakak kirimkan ini untuk keluarga di sana. Alhamdulillah Aisyah diberi rezeki oleh Allah. Ini cek sebesar Rp 5.000.000,00. Semoga bermanfaat. Aisyah rindu keluarga. Rindu Bapak, Ibu, Adik-adik. Maafkan Aisyah, Aisyah harus undur diri. Doakan Aisyah ya Pak, Bu, Dik. Doa Aisyah menyertai kalian. Wassalamu’alaikum.”
Mendengar isi surat itu hati para tetangga Aisyah panas membara, marah, tak suka. Dan mulailah kalimat hinaan itu bermunculan.
“Uang dari mana itu, Bu? Jangan-jangan hasil jadi wanita simpanan di Jakarta. Hati-hati lho, Bu uang haram,” begitulah hati orang yang tidak senang terhadap kebahagiaan orang lain.
Astaghfirullah. Aisyah tidak mungkin seperti itu, Bu. Ibu-ibu tidak suka dengan kesuksesan Aisyah? Kalau memang begitu Ibu-ibu sebaiknya pulang saja! Saya tidak suka mendengar celotehan ibu-ibu yang kotor,” balas Pak Waluyo dengan nada tinggi, marah. Betapa tidak, anak kandungnya di hina. Orang tua mana yang rela anaknya di hina?
Mulai sejak itu, tersebar rumor di kalangan masyarakat desa tempat tinggal keluarga Aisyah bahwa Aisyah di Jakarta bukanlah untuk kuliah tetapi, mencari uang dengan jalan menjadi simpanan orang. Rumor itu semakin kuat, semakin hari semakin menyebar luas seiring dengan uang kiriman dari Aisyah yang jumlahnya tak sedikit setiap bulan.
Tiga tahun rumor itu terus berjalan tiada henti bagai air mengalir. Sampai suatu ketika Aisyah kembali ke kampung halamannya, ia sungguh kaget dengan perubahan sikap para pemuda di kampungnya. Yang dulunya sangat menghormati Aisyah, yang selalu mengagumi Aisyah sebagai tokoh yang islami, sebagai ustadzah ngaji TPA kini mereka berani menggoda Aisyah.
“Hei, Jupe sexy! Gimana dengan om-om itu? Dibayar berapa sama om-om itu?” goda salah satu pemuda.
Aisyah yang digoda tidak merasa. Tidak menegok apalagi menggubris.
“Hai, Aisyah! Songong amat, sih?! Di Jakarta aja bisa ngelayani om-om, di sini mau sok alim loe? Kita-kita udah tau kali,” ungkap Pemuda itu membuat Aisyah bingung.
“Maaf. Maksudnya apa ya?” tanya Aisyah penasaran, di kepalanya muncul beribu-ribu tanda tanya.
Halah, jangan sok blo’on!” sahut gerombolan ibu-ibu dari balik semak-semak.
Ternyata mereka telah merencanakan ini semua.
“Sungguh, saya tidak tahu-menahu tentang persoalan ini,” dengan polos Aisyah berkata demikian.
Halah, ayo lakukan saja Ibu-Ibu!” isyarat seorang ibu untuk menghujam dan menghukum Aisyah.
“Buuk! Buuuk! Buuuk! Buuuk!” suara itu membuat Aisyah tak sadarkan diri.
“Ayo pukul! Terus pukul! Wanita sok alim ini telah membawa aib kampong kita! ayo pukuuul! Pukul teruuus!” sorak para penonton bak mengadi ayam jago mereka di peraduan.
Ibu-ibu dan para pemuda telah main hakim sendiri. Mereka memukuli Aisyah dengan bengis, dengan kedengkian menahun yang telah menjadi karakter mereka sejak Aisyah dilahirkan.
Tiba-tiba ada seorang pemuda dan dua orang wanita turun dari sebuah mobil mewah. Mereka semua menghentikan aksi brutal itu.
“HEI-HEI…BERHENTIIII! BERHENTI IBU-IBUUUU!” teriak Pemuda yang bernama Rafi’, Seorang penulis handal abad ini.
Dua orang wanita yang besama Rafi’ berlarian menuju arah Aisyah yang tak sadarkan diri. Mereka menangis. Dan semua orang yang berada di situ tercengang. Betapa tidak? Artis yang selama ini mereka elu-elukan kini berada dihadapannya.
“Mbak Neiri? Mbak Muna? Kalian artis film ‘Cinta Berkalung Mutiara’ itu kan?” Sahut salah seorang pemudi, girang.
“DIAM!” Bentak Muna, salah satu artis film ‘Cinta Berkalung Mutiara.’
“LIAT ULAH KALIAN SEMUA! Kalian telah mencelakakan teman kami,” Kata Rafi’ marah, emosi.
“Itu akibat ulah dia sendiri. Kami malu punya tetangga seperti Dia! Dia Pelacur! Bagaimana pula ia mengirimkan uang setiap bulan dengan jumlah yang sangat banyak padahal ia sendiri kuliah?” jawab salah seorang pemuda tak kalah emosi dari Rafi’.
Astaghfirullah. Tidakkah kalian tahu siapa Dia?! Dia Aisyah Modern. Ia penulis buku ‘Cinta Berkalung Mutiara’ yang kalian elu-elukan selama ini. Pantas saja setiap bulan Ia mengirim uang dalam jumlah yang tidak sedikit. Setiap dua minggu bukunya terjual 24.000 eksemplar. Ditambah lagi, bukunya difilmkan. Liat ulah kalian! Ia mendapat hukuman yang seharusnya tidak Ia terima. Betapa kejamnya kalian semua. Apa kalian iri dengan kesuksesan yang Ia raih?! Kedengkian macam apa itu? Ingat! Dengki itu ibarat api yang melahap kayu bakar! Amal kalian akan terhapuskan! Jadi jangan sekali-kali ada dengki di hati kalian semua!” Jelas Rafi’ mendiamkan mereka. Mereka tertunduk, membisu.
Sungguh perbuatan mereka diluar batas kewajaran. Menghukum seseorang yang tak seharusnya dihukum hanya lantaran sifat dengki dan iri yang mengendap dihati mereka. Kini setelah mengetahui kebenaran itu, mereka merasa sangat malu. Dan akibat ulah mereka yang sewena-wena, Aisyah harus di rawat di ruang ICU.


0 comments

Download Koleksi Lengkap E-Book Novel Agatha Christie Bahasa Indonesia

0 comments

Lagu Cinta

Dendangan lagu yang kau nyanyikan
dengan penuh perasaan
buat terpesona
mendengar syair-syair cinta

Nada-nada merdu
terdengar dari seruan hatimu
pancarkan irama lagumu
tuk tuliskan cerita cinta terbaru

Lagu melodi yang terdengar merdu
buatku merindu
akan kisah yang dulu
yang kulalui bersama dirimu

Desah lagu berbunyi merdu nan syahdu
diiringi musik bernuansa rindu
akan kukenang selalu
di dalam lubuk hatiku

Aisyah Modern
Sabtu, 27 Oktober 2007

0 comments

Coretan Saja Kok

Kala mentari menyapa riangnya embun pagi dan dedaunan
Aku tersenyum dalam luka
Tak tahu mengapa
Tanpa alasan
Tanpa makna
Yang ada hanya terbias cahya menerobos rimbun dedaunan
Apakah cahya ini menandakan senyuman?
Apakah embun pagi ini menandakan kesedihan?
Lalu apakah cahaya mentari yang menerobos rimbun dedaunan serta embun pagi ini menandakan tersenyum dalam tangisan?
Apa kawan?
Apa?

0 comments

Semenit Bertemu Lima Jam Menunggu

Ternyata masih sangat menyakitkan saat ia(sang gadis) bertatap muka dengannya(sang pemuda). Aku kira akan biasa-biasa saja. Ternyata salah. Ia malah menangis. Cengeng sekali untuk urusan yang sepele. Eh, lebih dari sepele ding untuk ukurannya. Tapi aku salut. Ia bisa membendung airmatanya dihadapannya. Hebat.

Rabu, 4 Mei 2011, Pukul 14:45
“Bisa gak? Kalau gak bisa ya udah kita ketemu di kampus aja!” Begitulah bunyi SMS yang dikirimkan seorang gadis pada seorang pemuda setelah menunggu 5 jam.
Bayangkan! 5 jam waktu yang tidak singkat. Lama dan panjang apalagi bagi seseorang yang menunggu sendirian tanpa teman. Hanya ditemani buku dan orang-orang yang berseliweran di dekat gadis itu.
“Maaf. Aku sudah sampai tapi, aku langsung pulang gak bisa masuk ke toko. Kamu bisa keluar sebentar?” Inilah kira-kira SMS balesan dari pemuda itu tanpa rasa bersalah sedikitpun.
“Aku masih lama disini. Maaf kamu bisa masuk saja?” Jawab gadis itu membujuk agar pemuda itu masuk ke toko, berbohong demi mengobati rasa kangennya.
“Aku gak bisa. Aku langsung pulang. Sebentar aja! Keluar bentar!”
“Ya sudah, aku pulang sekarang aja,” Kecewa hati sang gadis. Sungguh sangat kecewa. Kecewa berat.
Gadis itu pun keluar dari sebuah toko buku dengan perasaan kecewa. Airmata pun menetes. Tapi segera ia hapus, takut kalau-kalau pemuda itu melihat bulir permata bening itu.
“Assalamu’alaikum,” Sapa sang gadis lirih, sedikit serak menahan bulir-bulir airmata pecah, tersenyum lamat-lamat lalu redup.
“Wa’alaikumsalam,” Balas sang pemuda, tersenyum tipis.
“Ini bukumu. Makasih ya,” Kata sang gadis sembari memberikan 5 LKS Bahasa Jawa.
“Iya. Ini bukumu. Makasih juga ya!” Ujar pemuda itu sambil memberikan buku SNM-PTN IPA, wajahnya agak sumringah lantas kembali tersenyum tipis.
“Ya udah aku pulang sekarang ya! Maaf,” Lanjut pemuda itu tanpa memperhatikan raut muka sang gadis yang sangat kecewa.
Tanpa basa-basi lagi pemuda itu langsung meninggalkan Sang gadis. Sang gadis pun langsung melengos seketika, ia sebal. 5 jam menunggu sendirian, menahan rasa sakit(Sang Gadis sebenarnya sedang sakit), menahan rasa lapar ternyata hanya dibayar dengan pertemuan yang tak seberapa. Bayangkan! 5 jam menunggu hanya semenit bertemu. Bayangkan!
Akhirnya setelah gadis itu sampai di sebuah halte bus, ia tak kuasa lagi membendung bulir-bulir bening permatanya. Berjatuhan sudah semua, tumpah ruah bersama rasa kecewa. Bukan kecewa menunggu 5 jam, Bukan. Lebih tepatnya, ia kecewa ternyata pemuda itu tidak peduli padanya.
¤¤¤

Untuk yang merasa kesindir maaf yach! Hehe, aku lagi ngebet pingin  nulis soalnya. Tapi satu-satunya inspirasi ya ini. maaf buanget ya kawan! ^^
Jangan diambil hati! Ini kan Cuma fiktif belaka. Kisah nyata dengan embel-embel maksudnya. Tapi lebih banyak nyatanya. Hehe…Hihi…Hoho…Haha…Huhu…eeennggg…


0 comments

PETIR

Petir


Novel versi pdf
penulis: Dee


Supernova

Elektra, tokoh utama dalam novel ini adalah seorang gadis keturunan cina dan berumur sekitar 20 tahun. Elektra merupakan anak dari seorang ahli elektronik bernama Wijaya yang memiliki tempat servis sendiri yang bernama Wijaya Elektronik. Kakaknya bernama Watti. Entah kenapa ayah mereka memberi nama yang mirip dengan istilah dalam bidang kelistrikan.

Masa kecil kedua anak ini kurang bahagia, karena mereka tidak pernah memiliki mainan baru. Setiap mainan mereka rusak, ayah mereka selalu dapat memperbaikinya. Saat Elektra kecil ia pernah tersetrum listrik dari kabel yang tidak sengaja ia sentuh. Sementara Dedi panggilan akrab ayahnya sudah menjalin ikatan suci dengan listrik. Pernah Elektra menyentuhkan test-pen ke tubuh Dedi dan ajaibnya dapat menyala. Hal ini mulai terjadi saat ia tersetrum listrik tiga fasa dari kabel telanjang yang tersentuh olehnya, ia pingsan, hebatnya ia dapat sadar dengan selamat.

Elektra kecil sangat senang menonton kilatan petir dan ia sering menari-nari dibawah hujan saat petir manggelegar. Karena kejadain itu Watti menyuruh Elektra ke Gereja untuk disucikan dan dibebaskan dari pengaruh roh jahat. Dan alhasil usahanya tidak berhasil dan Elektra malah semakin penasaran dengan keanehan dalam dirinya.

0 comments

Download dan Baca Novel Gratis: Petir

Download dan Baca Novel Gratis: Petir: "Novel versi pdf penulis: Dee Supernova Elektra, tokoh utama dalam novel ini adalah seorang gadis keturunan cina dan berumur sekitar 20 t..."

0 comments

Link Bagus







file:///C:/Documents%20and%20Settings/user/My%20Documents/Downloads/Lomba%20Menulis%20Artikel%20Tingkat%20Nasional%20tentang%20RI-Maroko.htm

0 comments
Labels:

Tragedi Bus Mini

Tragedi Bus Mini

“ Aaaaauuuuuuccckkkhhhhhh…………..,” Jeritku saat gigiku disuntik oleh dokter gigi.
Benar-benar sakit saat gigiku disuntik, rasanya begitu mengerikan. Seakan ada malaikat maut yang menjemputku, mempermainkanku. Membuat perasaanku tak karuan.
“ Sudah, Dik. Ini resepnya, nanti ditebus segera ya! Jangan makan yang manis-manis dulu, harus rajin-rajin gosok gigi,” Anjuran Pak Dokter padaku yang membuat kepalaku pening, pusing tujuh keliling.
“ Terimakasih ya Dok. Ya sudah Dok, saya permisi dulu,” Jawabku sambil terburu-buru meninggalkan tempat yang mengerikan itu.
Aku berjalan menuju Apotik untuk menebus resep obat dari Dokter mengerikan itu. Kupandangi orang-orang yang tengah berlalu lalang. Menyedihkan, ouch begitu menyedihkan, entah mengapa perasaanku akhir-akhir ini tak enak(emangnya makanan, he he) dan tak karuan.
“ Mbak mau nebus obat ini,” Ungkapku pada apoteker yang begitu membuatku dag-did-dug karena kecantikannya.
“ Iya Mas, tunggu sebentar ya. Anda boleh menunggu di sana,” Jawab Apoteker itu dengan sangat ramah sehingga membuatku terkagum-kagum, seakan-akan ia adalah obatku sekarang yang bisa membuat sakit gigiku menghilang entah kemana. Ouch She is beautiful.
Aku merasa sedang berada di dalam surga yang dikelilingi bidadari cantik pujaan hati setiap lelaki. Aku melamun, tapi lamunanku buyar saat ia memanggilku.
“ Mas! Mas! Mas! Ini obatnya sudah,” katanya tapi agak sebel karena aku dipanggil gak segera datang.
“ Maaf Mbak. Tadi saya ngelamunin mbak,” Gubrak, aku keceplosan.
“ Apa??? Mas ngelamunin saya???,” Tanyanya dengan amat terheran-heran serta kaget.
“ Haaa??? Apa??? Gak, maksud saya, saya sedang memikirkan kakak saya, ia baru saja pergi ke luar negri buat kuliah,” Jawabku ngeles, sejak kapan aku punya seorang kakak. He he he…
“ Ooooh, tak kirain Mas ngelamunin saya beneran. Saya sempet kaget tadi,” Jawabnya dengan senyuman yang manis dari bibirnya. Kaya gula aja.
“ He he he, o ya berapa mbak semuanya?”
“ Emm, berapa ya? Bentar. Semuanya Rp250.000,00 Mas,” Jawabnya sambil memasukkan obat itu ke kantong plastic kecil putih gaya khas apotik.
“ Ya udah terima kasih ya mbak, permisi,” Kataku menyungging senyuman jua.
Aku berjalam menuju halte bus, yang jaraknya lumayan jauh dari rumah sakit tadi. Setelah sesampainya di sana, pandanganku tertuju pada segerombolan akhwat dari salah satu sekolah islam(sebut saja SMA X). Tak terpikirkan sama sekali olehku apa yang aku lihat kali ini. Aku kira akhwat-akhwat yang sekolah di SMA X itu bener-bener alim, sopan dalam berpakaian dan jilbabnya syar’I tapi ternyata…………dugaanku meleset sangat jauh. Sungguh fenomena yang sangat menyedihkan. Mungkin ini dampak dari kebudayaan barat dan globalisasi. Kesyar’ian sekarang sudah dianggap kolot dan ketinggalan zaman, sedangkan kemodernan yang mengundang maksiat semakin digemari oleh khalayak ramai.
Beberapa menit kemudian, lewatlah bus yang telah aku tunggu-tunggu sejak tadi. Bus yang akan mengantarkanku ke Sekolah kebanggaanku, sekolah islam yang keras ajaran islamnya, ketat dan yang pasti selalu berpedoman pada Al-Qur’an dan Al-Hadits. Namun, saat aku duduk di salah satu tempat di bus itu, ada seorang akhwat dari SMA X duduk di sampingku.
“ Subhanallah, cuantik buanget. Alhamdulillah. Hmmmmm, mimpi apa sich semalam aku kok ketemu ma akhwat yang cuantik-cuamtik buanget hari ini,” Ungkapku dalam hati.
Lalu tanpa sadar saat aku menengok kearah akhwat itu………….aku sangat kaget ketika melihat ia senyum-senyum sendiri melihatku. Mungkin aku dikiranya Raffi Ahmad atau Afgan kali’ yaacch??? Hi hi hi…
“ Eh maaf, kalau boleh tau nama kamu siapa ya?,” Tanya akhwat itu penuh dengan keberanian.
“ Emmm, na-na…namaa???,” Kataku berbalik tanya dan belum sempat menjawab pertanyaannya.
“ Iya nama. Namamu siapa? Kenalkan namaku Siska,” Jawabnya sambil memperkenalkan dirinya sendiri dengan PD-nya.
“ Namaku….., namaku siapa yach?,” Kataku kemudian dengan pertanyaan yang membuatnya ketawa-ketiwi. Hi hi hi hu hu hu ha ha ha….
“ Namaku… Ahmad,” Jawabku datar dan gemetar karena gak terbiasa duduk sama akhwat sedekat itu apalagi sama akhwat yang berjilbab.
“ Ooooh Ahmad??? Dari sekolah mana???” Tanyanya lagi yang membuatku risih.
“ Da-dari SMA At-Taqwa(bukan nama asli),” Jawabku malu dan bener-bener dengan gemetar serta keringat dingin mengucur di seluruh tubuhku.
“ Ya ya ya. Kalau aku dari SMA X. Udah taukan tentunya? O, ya boleh minta nomor HPmu gak?” Tanyanya lagi. Benar-benar berani banget nih tu cewek.
“ Gimana yach???”
“ Ayolah!” Pintanya memelas.
“ Baiklah,” Jawabku datar.
“ Makasih, berapa?” Tanyanya sambil mengeluarkan sebuah HP dari tasnya.
“ 085728437883,” Jawabku polos.
“ Ok, makasih ya ganteng,” Pujinya yang membuatku semakin risih, risih dan sangatlah risih. Huft.
Waktu serasa berjalan amat lambat, pelaaaaaaan dan begitu pelan. Slow times in my day with her.
 25 menit sudah kulakui perjalananku bersama dia. Akhirnya aku sampai juga di Sekolah yang menjadi kebanggaanku dan teman-temanku. Yaa meski aku datang terlambat, soalnya ini aja sudah menunjukkan pukul 12.00.
Alhamdulillah, akhirnya selesai juga perjalanan panjangku di bus mini itu. Risih sekali dach. Ternyata tak selamanya akhwat berjilbab itu manis dan pemalu seperti yang kubayangkan selama ini.
¤¤¤
Kebetulan hari ini adalah malam minggu. Dalam sepinya malam aku merenung dan mencoba membayangkan apa yang telah aku alami seharian ini. Aku melamun.
“ Hayooooo, kakak lagi ngapaain? Kok bengong kayak gitu? Gak ada SMS dari pacarnya ya?” Suara adik perempuanku tercinta yang membuyarkan lamunanku.
“ Apa-apaan sich Dik? Kakak kaget nich, ntar kalau jantungan gimana?” Kataku merespon adikku yang cantik kaya kakaknya eh maksudnya adikku cantik dan aku ganteng. Hi hi…
“ Ya maaf, abisnya kakak ngelamun sich. Eh kak ngelamunin siapa sich? Itu ya emmmm siapa namanya….. yang kemarin pas ketemu di Masjid itu lho. Oh iya, kak Anisa. Betul-betul-betul???” Tanyanya sok tau.
“ Iiiiiiiiiiiiicccchhhhh, Adiiiiik. Bukaaaaaan,” Jawabku gemas sambil mencubit pipinya yang imuut.
“ Lha terus siapa dunk? Pasti mikirin tentang cewek. Iya kan?” Tanyanya lagi penasaran.
“ Kalau iya kenapa? Cemburu?” Jawabku bercanda.
“ CEMBURU??? Yang bener aja??? Kakakkan kakakku masak adik cemburu ma kakaknya sendiri, emangnya aku pacarnya kakak?”
“ Yaaa, siapa tau aja cemburu. Hayooo ngaku aja! Cemburu kan Dik?”
“ Dasar kakak narsis. Ya udah ah males ngomong ma kakak yang sok kaya kakak. Cerewet, kalau ngomong gak pernah bertepi, gak pernah berujung dan gak pernah ada akhirnya” Ungkapnya dengan nada ngambeg.
“ Iya dech, kakak cerita. Mau dengerin gak?” Jawabku mengalah.
“ Gak mau, udah gak mood,” Jawabnya masih ngambeg.
“ Ya udah kalau gak mau denger. Hmmmmm, kakak tidur aja dach,” Kataku memancing rasa penasarannya.
“ Eh! Jangaaaaaaan!”
“ Katanya gak mau denger. Kalau gak mau denger kakak capek mau tidur,” Hhee, kataku pura-pura.
“ Iya dah, Isah dengerin,” Jawabnya luluh juga.
“ Gini, tadi kakak ketemu ma seorang akhwat yang…….”
“ Yang gimana Kak???” Sela adikku Aisyah.
“ Iiiiccchhh, Adiiik. Dengerin dulu donk!!!”
“ Iya-iya. Ni dah pasang kuping bener-bener nich, siap untuk mendengarkan kak Ahmad yang narsisnya pooooolll.”
“ He he he, yang beraninya minta ampun. Masak dia gak kenal ma kakak, dan baru ketemu sekali udah berani-berani tanya nama kakak, tanya sekolahnya kakak dimana. Sambil senyam-senyum sendiri lagi. Iiiihhh, nyeremin,”
“ Kakak ini tu gimana sich? Tak kenalkan maka ta’aruf. Dan senyum itu ibadah kali’ kak,” Respon Aisyah dengan cekikikan.
“ Jiiiaahhh, itu mah kakak tau’. Tapi Dik ini kondisinya gak seperti yang Adik bayangkan. Ni akhwat berani buanget gitu lho, gak ada sopan santunnya sama sekali, malupun juga gak punya. Padahalkan dia berjilbab. Bayangkan dia itu anak SMA X yang terkenal itu.”
“ Ooooh, terus-terus???”
“ Yaaa, kakak nervous lah, deg-degan, dan sedikit ngeri. Hiiiii, kok ada akhwat yang berjilbab kayak gitu. Parahnya lagi, akhwat itu minta nomor Handphonenya kakak.”
“ Lha terus? Kakak kasih?”
“ Emmm, gimana ya? Sebenarnya sich kakak juga gak mau ngasih, tapi melihat parasnya yang lumayan cantik dan melas itu yaaaaaa…………kakak kasih.”
“ Oooooohhhhh, sekarang aku tau, kenapa kakak tadi ngelamun, hi hi hi.”
“ Tau apa?”
“ Pasti………………”
“ Pasti apa???”
“ Kakak lagi…… nungguin SMS dari akhwat itu yach??? Cie-cie yang lagi kasmaran.”
“ Duuuuh, fitnah tu Dik. Siapa yang lagi nungguin SMS dari dia??? Lha wong dia tak kasih nomor Handphone kakak yang dah gak aktif lagi kok. He he”
“ Jadiiii…..kakak bohong??? Terus kakak nyesel, gak ngasih nomor yang sebenarnya?”
“ Gak juga, hhheeeh.”
“ Lha terus tadi ngelaamunin apa kalau gak akhwat tadi?” Tanyanya yang semakin penasaran.
“ Ya, kakak gak habis pikir aja. Akhwat yang berjilbab gak bisa berhijab. Eemm, menurut kakak ni ya sekarang banyak akhwat berjilbab tapi gak syar’I, gak bisa berhijab, pakaian pun ketat.”
“ Kebanyakan ngikut trend sich kak. Lihat tu artis-artis sekarang, juga banyak berjilbab tapi jilbabnya tu jilbab gaul. Wah gak bisa dibiarin nich.”
“ Iya Dik. Akhwat berjilbab dan yang berhijab tu dikit buanget jumlahnya. Zaman semakin tua, banyak kemaksitan dimana-mana. Dan mereka yang berjilbab itu tu seharusnya nyadar kalau mereka itu membawa nama besar Islam, jilbab itu kan sebagai identitas mereka. Kalau mereka masih bersikap kayak gitu, pantes banyak orang-orang non-I ngira kalau jilbab tu cuma kedok doang. Padahalkan bukan Islamnya yang kayak gitu. Itu kan masalah orangnya. Iyakan?”
“ Iya kak, bener buanget,”
“ Ya udah dach Dik, kalau bisa berpakaian yang syar’I ya Dik. Jangan ngikut-ngikut trend masa kini yang serba menjebak!”
“ Ok Kak, tenang aja.”
“ Ya udah dech Dik. Udah malem, Adik tidur sana!”
“ Iya kak, aku juga udah ngantuk. Selamat malam kakakku sayang! Semoga mimpi indah ya kak!”
“  Kamu juga Dik.”
--¤ THE END ¤--

0 comments
 
Lautan Tintaku © 2012 | Designed by Canvas Art, in collaboration with Business Listings , Radio stations and Corporate Office Headquarters